Hadyu (Dam)

Hadyu adalah binatang yang disembelih di tanah haram Mekah dalam rangka ibadah haji atau umrah. Para ulama Fiqih menamakannya DAM, yang berarti darah, karena binatang tersebut ditumpahkan darahnya waktu disembelih.

Hadyu ini paling sedikit berupa seekor kambing untuk 1 orang atau seekor unta atau seekor sapi untuk 7 orang.

Siapa yang meninggalkan wajib haji,  atau melakukan sesuatu yang diharamkan dalam haji, atau melakukan haji tamattu’ (melakukan umrah sebelum haji), atau melakukan haji qiran (menggabung Haji dan Umrah), maka wajib baginya membayar Dam yaitu menyembelih hewan atau menggantikannya dengan berpuasa atau memberi makan fakir miskin. Hal ini dilakukan demi untuk menyempurnakan hajinya. Pelaksanaan Dam dalam haji sama dengan pelaksanaan fidyah dalam puasa.

Hadyu (Dam) terbagi atas 4 bagian

1- Dam Tartib Dan Taqdir

Dam tartib dan taqdir yaitu Dam yang dikeluarkan dengan menyembelih seekor kambing seperti kambing kurban. Dan apabila tidak mampu, diganti dengan puasa 10 hari: 3 hari pada waktu haji dan 7 hari setelah pulang. Penyembelihannya dilakukan pada hari Nahar dan hari-hari Tasyriq di Mina atau di Mekah. Yang punya Dam boleh ikut memakannya. Kalau menyembelihnya diupahkan orang, maka tidak boleh memberinya upah dari daging Dam itu.

Adapun yang mewajibkan Dam tartib dan taqdir yaitu;

  1. Jika seorang haji melakukan haji tamattu’
  2. Jika seorang haji melakukan haji qiran
  3. Jika seorang haji tidak melakukan ihram pada miqatnya (tempat ihram)
  4. Jika seorang haji tidak melontar jumroh
  5. Jika seorang haji tidak bermalam di Muzdalifah
  6. Jika seorang haji tidak bermalam di Mina
  7. Jika seorang haji tidak melakukan thawaf wada’ (thawaf perpisahan)
  8. Jika seorang haji tidak dapat wukuf di Arafah karena terlambat yaitu terbitnya fajar hari Nahr (10 Dzul Hijjah) ia tidak hadir di Arafah. Jika keterlambatan itu karena udzur ia tidak berdosa dan hajinya diganti menjadi umrah. Ia harus melakukan umrah, tahallul dari manasik umrah, tidak wajib melontar jumroh, tidak wajib mabit di Mina dan wajib baginya membayar Dam. Jika yang ketinggalan itu adalah haji fardhu wajib mengqadha’ hajinya pada tahun berikutnya (jika mampu), dan Ini menurut kesepakatan ulama.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ : وَمَنْ لَمْ يُدْرِكْ عَرَفَةَ فَيَقِفَ بِهَا قَبْلَ أَنْ يَطْلُعَ الْفَجْرُ فَقَدْ فَاتَهُ الْحَجُّ ، فَلْيَأْتِ الْبَيْتَ ، فَلْيَطُفْ بِهِ سَبْعًا وليطف بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ سَبْعًا ، ثُمَّ لِيَحْلِقْ أَوْ يُقَصِّرْ إِنْ شَاءَ ، وَإِنْ كَانَ مَعَهُ هَدْيه فَلْيَنْحَرْهُ قَبْلَ أَنْ يَحْلِقَ ، فَإِذَا فَرَغَ مِنْ طَوَافِهِ وَسَعْيِهِ فَلْيَحْلِقْ أَوْ يُقَصِّرْ ، ثُمَّ لِيَرْجِعْ إِلَى أَهْلِهِ ، فَإِنْ أَدْرَكَهُ الْحَجُّ قَابِلَ ، فَلْيَحُجَّ إِنِ اسْتَطَاعَ وَلْيَهْدِ في حجه ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ هَدْيًا فَلْيَصُمْ عَنْهُ ثَلاثَةَ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ ، وَسَبْعَةً إِذَا رَجَعَ إِلَى أَهْلِهِ

Sesuai dengan hadits dari Ibnu Umar ra, ia berkata: “Barangsiapa yang tidak mendapatkan Arafah sampai terbit matahari (hari Nahr), maka hajinya telah tertinggal (batal), maka ia harus datang ke Baitullah untuk melakukan thawaf tujuh kali dan sa’i atara Shafa dan Marwa. Lalu mencukur atau menggunting rambutnya, jika ia memiliki Hadyu maka disembelihnya sebelum mencukur. Jika ia selesai thawaf dan sa’i maka harus mencukur atau menggunting rambutnya, kemudian kembali kepada keluarganya. Jika ia mendapatkan haji pada tahun berikutnya, maka harus melakukan haji jika mampu, dan melakukan hadyu dalam hajinya, jika tidak mampu maka berpuasa 3 hari di haji dan 7 hari jika kembali kepada keluarganya” (HR al-Baihaqi dengan isnad shahih)

 2- Dam Tartib Dan Ta’dil

Dam tartib dan ta’dil yaitu Dam yang dibayar oleh seorang haji karena melanggar dua ketentuan sebagai berikut:

A – Dam yang dibayar disebabkan bersetubuh sebelum tahallul awwal, maka hajinya batal dan wajib membayar kifarat dengan menyembelih seekor unta atau sapi atau 7 ekor kambing dan wajib mengulangi (menqadha) hajinya tahun berikutnya,  jika tidak mampu atau mendapatkan kesulitan dalam menyembelih unta maka dibayar nilainya dengan makanan yang diberikan kepada faqir miskin di tanah Haram, atau berpuasa setiap satu mud satu hari puasa. Hal ini sesuai dengan fatwa para shahabat Nabi saw

B – Dam yang dibayar disebabkan karena ihshor yaitu terhalang tidak bisa menyelesaikan ibadah haji atau umroh, baik karena dihadang musuh, karena kecelakaan, karena kematian muhrim (suami atau istri) atau karena lainnya yang membuat seseorang terpaksa tidak bisa melanjutkan hajinya. Orang yang terhalang itu disebut Muhshor. Ia boleh bertahallul tidak melanjutkan ibadahnya setelah menyembelih seekor kambing. Kalau bisa dia harus mengirim Dam itu ke Mekah dan baru bertahallul sesampai Dam itu di Mekah dan disembelih disana. Tapi kalau tidak mungkin, ia boleh menyembelihnya di tempat ia terhalang, lalu bertahallul. Jika tidak mampu atau mendapatkan kesulitan dalam menyembelih kambing maka dibayar nilainya dengan makanan yang diberikan kepada orang-orang miskin, atau berpuasa setiap satu mud satu hari puasa

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا إِنَّمَا الْبَدَلُ عَلَى مَنْ نَقَضَ حَجَّهُ بِالتَّلَذُّذِ فَأَمَّا مَنْ حَبَسَهُ عُذْرٌ أَوْ غَيْرُ ذَلِكَ فَإِنَّهُ يَحِلُّ وَلَا يَرْجِعُ وَإِنْ كَانَ مَعَهُ هَدْيٌ وَهُوَ مُحْصَرٌ نَحَرَهُ إِنْ كَانَ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَبْعَثَ بِهِ وَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَبْعَثَ بِهِ لَمْ يَحِلَّ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ

Ibnu Abbas berkata: Adapun barang siapa dihalangi oleh musuh atau lainnya, maka dia bertahallul dan tidak harus kembali (mengulang tahun depan). Dan apabila telah membawa serta hadyu, padahal dia muhshor ia boleh menyembelihnya apabila ia tidak bisa mengirimnya (ke Mekah). Dan apabila dia bisa mengirimnya, maka dia tidak bertahallul sehingga hadyu itu sampai di tempat penyembelihannya. (H.R. Bukhari)

Firman Allah:

فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلاَ تَحْلِقُواْ رُؤُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ

 Artinya: “Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya.” (Qs al-Baqarah ayat: 196)

Keterangan (Ta’liq):

– Mengadakan akad nikah saat masih ihram maka pernikahannya batal, tetapi hajinya tetap sah dan tidak wajib membayar Dam.

عَنْ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُولُ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لا يَنْكِحُ الْمُحْرِمُ وَلا يُنْكَحُ وَلا يَخْطُبُ

Dari Utsman bin ‘Affan, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “Orang yang sedang berihram tidak boleh menikah dan tidak boleh dinikahkan serta tidak boleh meminang”. (HR. Muslim)

3- Dam Takhyir Dan Taqdir   

Dam takhyir dan taqdir yaitu Dam yang dibayar dengan menyembelih seekor kambing seperti kambing kurban atau berpuasa tiga hari atau bersedekah sebanyak setengah sha’ (kurang lebih 1.75 liter) kepada 6 orang fakir miskin

Adapun yang mewajibkan Dam takhyir dan taqdir yaitu;

Mencukur atau menggunting rambut
Allah berfirman:

فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أَوْ بِهِ أَذًى مِّن رَّأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ

 Artinya: “Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban.” (Qs Al-Baqarah ayat: 196)

Memotong kuku
Memakai minyak rambut disaat haji
Memakai wangi-wangian disaat haji
Memakai pakaian berjahit (bagi laki-laki)
Berjima’ setelah jima’ pertama sebelum tahallul awal
Berjima’ setelah tahallul awal
Bercanda dengan istri yang bisa menimbulkan birahi
Keterangan (Ta’liq):

Berjima (bersetubuh) diwaktu haji:

– Berjima (bersetubuh) sebelum tahallul awal, yaitu sebelum melempar jumrah Aqobah pada pagi hari tanggal 10 Dzul-hijjah. Ini hukumnya berat, yaitu:

hajinya batal dan wajib membayar kifarat dengan menyembelih seekor unta atau sapi atau 7 ekor kambing dan wajib mengulangi (menqadha) hajinya tahun berikutnya, jika tidak mampu atau mendapatkan kesulitan dalam menyembelih unta maka dibayar nilainya dengan makanan yang diberikan kepada faqir miskin di tanah Haram, atau berpuasa setiap satu mud satu hari puasa. Hal ini sesuai dengan fatwa para shahabat Nabi saw

–  Berjima’ (bersetubuh) setelah tahallul awal, yaitu setelah melempar jumrah Aqobah pada pagi hari tanggal 10 Dzul-hijjah, setelah mecukur rambut atau memotongnya. Pada saat itu ia diperbolehkan melakukan apa saja yang diharamkan dalam perbuatan haji kecuali berjima’ dengan istri sampai selesai mengerjakan thawaf ifadhah (tahallul kedua). Tahu-tahu dia melanggarnya (yaitu berjima setelah tahallul awal), maka hukum hajinya sah tapi dia harus bayar dam. Dam ini disebut Dam takhyir dan taqdir yaitu Dam yang dibayar dengan menyembelih seekor kambing seperti kambing kurban atau berpuasa tiga hari atau bersedekah sebanyak setengah sha’ (kurang lebih 1.75 liter) kepada 6 orang fakir miskin.

 4- Dam Takhyir Dan Ta’dil

Dam takhyir dan ta’dil ialah Dam yang dikeluarkan karena membunuh binatang darat diwaktu melakukan manasik haji ((kecuali ular, kala jengking , tikus dan lain-lain yang dipandang membahayakan), Maka orang bersangkutan harus menyembelih hewan yang sepadan dengan hewan yang dibunuhnya (kalau kambing harus dibayar dengan kambing. Kalau ayam harus dibayar dengan ayam. Dan seterusnya), atau dibayar nilainya dengan makanan yang diberikan kepada orang-orang miskin, atau berpuasa setiap satu mud satu hari puasa.

Allah berfirman:

لاَ تَقْتُلُواْ الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ وَمَن قَتَلَهُ مِنكُم مُّتَعَمِّداً فَجَزَآءٌ مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِّنْكُمْ هَدْياً بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَو عَدْلُ ذلِكَ صِيَاماً لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ

 Artinya: “janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram.  Barang siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu, sebagai had-ya yang di bawa sampai ke Kakbah, atau (dendanya) membayar kafarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya” (Qs al-Maidah ayat: 95)

Suber: Hasan Husen Assagaf

Shalat Sunnah Wudhu

Sholat sunnah wudhu dilaksanakan saat kita telah selesai berwudhu secara sempurna. Dalil sholat sunnah wudhu, diantaranya adalah sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :


مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya:
"Barangsiapa mengambil wudhu seperti cara aku berwudhu kemudian dia menunaikan shalat dua rakaat dan tidak berkata-kata antara wudlu dan shalat, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya yang telah lalu." ( HR Bukhori, dan Muslim)

مَا مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ وَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ يُقْبِل بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ عَلَيْهِمَا إِلاَّ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ

Artinya:
"Tidaklah seorang yang berwudhu' dan mengerjakan wudhu'nya dengan baik dan mengerjakan shalat dua raka'at dengan ikhlas dan tenang karena Allah, kecuali dia akan mendapatkan surga." (HR Muslim)

Cara mengerjakannya yaitu:

1. Sehabis berwudlu' sebagaimana biasa kita disunnatkan membaca do'a setelah berwuhdu:

أَشْهَدُ اَنْ لاَإِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَوَجْعَلْنَيْ مِن عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ

“Asyhadu allaa ilaaha illallaah, wahdahu laa syariika lahu, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa Rasuuluhu. Allahumma j’alnii minat tawwabiina, waj’alnii minal mutathahiriina waj’alnii min ‘ibaadikash shalihiin”

Artinya:
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan tidak ada yang menyekutukanNya. Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku orang yang ahli bertobat, jadikanlah aku orang yang suci, dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang saleh.

2. Selesai membaca do'a tersebut, lalu melaksanakan shalat sunat wudlu' dua raka'at, dengan lafazh niatnya sbb :

اصلى سنة الوضوء ركعتين لله تعالى

"Ushalli sunnatal wudlu i rak'ataini lillaahi ta'ala" - "Allahu Akbar"

Artinya :
Aku niat shalat sunat wudlu' dua raka'at karena Allah ta'ala. - Allahu Akbar.

Shalat ini dikerjakan dua raka'at sebagaimana shalat yang lain sampai dengan salam.

3. Surat/ayat  yang dibaca setalah membaca Al Fatihah boleh surat/ayat apa saja, akan tetapi di sunahkan membaca ayat berikut ini: Rakaat pertama membaca surat an nisa’ ayat 64, kemudian dilanjutkan dengan membaca surat Al Kafirun. Rakaat ke dua membaca surat an nisa’ ayat 110, kemudian dilanjutkan dengan membaca surat Al Ikhlas.

Doa Sesudah Mengerjakan Shalat Wudhu

اللهم اجعلنى من التوابين واجعلني من المتطهرين واجعلني من عبادك الصلحين
ربنا اتنا فى الدنيا حسنة وفى الا خرة حسنة وقنا عذاب النار وصلى الله على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين والحمد لله رب العالمين

"Allaahummaj ‘Alnii Minat Tawwaabiina Waj ‘Alnii Minal Mutathohhiriina Waj ‘Alnii Min ‘Ibaa-Dikash Shoolihiina. Robbanaa Aatinaa Fiid Dun-Yaa Hasanatan Wa Fiil Aakhiroti Hasanatan Wa Qinaa ‘Adzaaban Naari. Wa Shollallaahu ‘Alaa Sayyidinaa Muhammadin Wa ‘Alaa Aalihi Wa Shohbihi Ajma’iina. Wal Hamdu Lillaahi Robbil ‘Aalamiina."

Artinya :
Wahai Allah, jadikanlah saya termasuk golongan orang-orang yang bertaubat, jadikanlah saya termasuk golongan orang-orang yang bersuci dan jadikanlah saya dari golongan orang-orang yang sholeh-sholeh. Wahai Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat dan selamatkanlah kami dari siksa neraka. Dan semoga Allah melimpahkan rahmat kepada junjungan Nabi Muhammad teriring sahabat beliau semuanya. Dan segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam.

Do'a Setelah Berwudhu

Bacaan Doa Niat Wudhu, Tata Cara Wudhu, & Rukunnyaأَشْهَدُ اَنْ لاَإِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَوَجْعَلْنَيْ مِن عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ

“Asyhadu allaa ilaaha illallaah, wahdahu laa syariika lahu, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa Rasuuluhu."
"Allahumma j’alnii minat tawwabiina, waj’alnii minal mutathahiriina waj’alnii min ‘ibaadikash shalihiin”

Artinya:
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan tidak ada yang menyekutukanNya. Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.
Ya Allah, jadikanlah aku orang yang ahli bertobat, jadikanlah aku orang yang suci, dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang saleh.






Shalat 'Id / Hari Raya

Shalat hari raya ada dua, yaitu hari raya Idul Fitri tanggal 1 Syawal dan pada hari raya Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah.

Waktu shalat 'Id dimulai dari terbit matahari sampai tergelincirnya.

Kedua shalat hari raya tersebut, hukumnya sunnat muakkad bagi laki-laki dan perempuan, mukim (penduduk setempat) atau musafir. Boleh dikerjakan sendirian dan sebaiknya dilakukan berjama'ah.

Tempat Pelaksanaan Shalat 'Id

Tempat pelaksanaan shalat 'Id lebih utama (lebih afdhol) dilakukan di tanah lapang, kecuali jika ada udzur seperti hujan. Abu Sa’id Al Khudri mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم - يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى

“Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar pada hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha menuju tanah lapang.” (HR. Bukhari dan Muslim)

An Nawawi mengatakan, “Hadits Abu Sa’id Al Khudri di atas adalah dalil bagi orang yang menganjurkan bahwa shalat ‘ied sebaiknya dilakukan di tanah lapang dan ini lebih afdhol (lebih utama) daripada melakukannya di masjid. Inilah yang dipraktekkan oleh kaum muslimin di berbagai negeri. Adapun penduduk Makkah, maka sejak masa silam shalat ‘ied mereka selalu dilakukan di Masjidil Haram.

Cara mengerjakannya shalat 'Id

a. Pada pagi hari tanggal 1 Syawal, sesudah kita menunaikan shalat shubuh dan sesudah kita mandi sunnah Hari Raya, lalu berangkatlah menuju mesjid atau tanah lapang dengan memperbanyak mengucapkan Takbir.

b. Setelah tiba di masjid, maka sebelum duduk, disunnahkan shalat tahiyatul masjid dua raka'at. Kalau di tanah lapangan tidak ada tahiyatul masjid, hanya duduklah dengan ikut mengulang-ulang bacaan takbir, sampai mulai shalat 'Id.

c. Lafazh / niatnya ialah sebagai berikut :

Jika shalat 'Idul Fitri :

اُصَلِّى سُنَّةً لِعِيْدِ الفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ (مَأْمُوْمًا\إِمَامًا)  ِللهِ تَعَالَى

"Ushalli sunnatal li’iidil fitri rak’ataini (makmumam/imaman) lillahita’aalaa” - " Allahu Akbar"

Artinya :
Aku niat shalat 'Idul Fithri dua raka'at (ma'mum) karena Allah Ta'ala''.

Jika shalat 'Idul Adha :

أُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ سُنَّةَ لعِيْدِ اْلأَضْحَى (مَأْمُوْمًا\إِمَامًا) لِلّهِ تَعَــــــــالَى

"Ushalli sunnatan li'iidil adl-haa rak'ataini (makmumam/imaman) lillaahi ta'aala" - "Allahu Akbar"

Artinya :
Aku berniat shalat sunnah Idul Adha dua rakaat (menjadi makmum/imam) karena Allah ta’ala.

d. Pada raka'at pertama : Sesudah niat mula-mula membaca takbiratul ihram kemudian membaca do'a iftitah, selanjutnya takbir 7 kali dan setiap habis takbir disunnahkan membaca tasbih :

سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ

"Subhanallah wal hamdulillah wa  laa ilaha illallah wallahu akbar."

Artinya :
Maha suci Allah, dan segala puji bagi Allah, tiada Tuhan melainkan Allah dan Allah Maha Besar''.

Perlu diketahui, bacaannya tidak dibatasi dengan bacaan ini saja. Boleh juga membaca bacaan lainnya asalkan di dalamnya berisi pujian pada Allah Ta’ala.

Setelah takbir 7 kali dan membaca tasbih tersebut, kemudian membaca Surat Al-Fatihah dan disambung dengan membaca yang disukai, dan lebih utama membaca Qaf atau surat Al-A'la (Sabbihisma Ribibikal a'la).

e. Pada raka'at kedua, sesudah berdiri untuk raka'at kedua membaca takbir 5 kali, dan setiap takbir disunnatkan membaca tasbih seperti tersebut pada raka'at pertama. Kemudian membaca suarat Al-Fatihah dan diteruskan dengan bacaan surat yang kita kehendaki, tetapi lebih utama membaca surat Al-Ghasyiah. Bacaan itu dengan suara yang nyaring. Imam menyaringkan yakni mengeraskan suaranya pada waktu membaca surat Al-Fatihah dan surat-surat lainnya, sedangkan ma'mum tidak nyaring.

f. Shalat ini dikerjakan dua raka'at dan dilakukan sebagaimana shalat-shalat yang lain.

g. Khuthbah dilakukan sesudah shalat 'Id dua kali, yaitu pada khuthbah pertama membaca takbir 9 kali dan pada khuthbah kedua membaca takbir 7 kali dan pembacaannya harus berturut-turut.

h. Hendaknya dalam khuthbah 'Idul Fitri berisi penerangan tentang zakat fithrah dan pada hari raya Haji berisi penerangan tentang Ibadah haji dan hukum kurban.

Hal-hal yang dilakukan sebelum shalat 'Id :
  1. Pada hari raya disunnatkan mandi, dan berhias dengan memakai pakaian yang sebaik-baiknya dan menggunakan wangi-wangian yang dimilikinya.
  2. Disunnatkan makan sebelum pergi shalat pada hari Idul Fithri, tetapi pada hari raya haji disunnatkan tidak makan kecuali setelah shalat.
  3. Pergi untuk mengerjakan shalat dan pulangnya dari shalat hendaknya mengambil jalan yang berlainan.
  4. Takbiran :
Pada hari raya Idul Fithri dan Idul Adha (Haji) disunnatkan membaca takbir di luar shalat dan waktunya sebagai berikut :
  1. Pada hari raya Fithrah takbir dimulai dari terbenamnya matahari hingga imam berdiri untuk mengerjakan shalat hari raya.
  2. Pada momen idul adha, umat Islam dianjurkan memperbanyak takbir. Takbiran dilaksanakan sejak ba'da shubuh pada hari Arafah (9 Dzulhijjah) hingga selesainya hari tasyriq, yakni 11, 12, 13 Dzulhijjah. Takbiran hari raya Idul Adha dilakukan tiap selesai shalat fadlu.
  3. Lafazh takbiran :
اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَر اَللَّهُ اَكْبَرْ ـ لآاِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ ـ اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَرْ وَلِلَهِ الْحَمْدُ
اَللَّهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً
لآ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ وَلاَنَعْبُدُ اَلاَّ اِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الْكَافِرُوْنَ
لآاِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْـدَهُ وَنَصَرَعَبِدَهُ وَاَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ
لآ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ . اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَرْ وَلِلَهِ الْحَمْدُ

"Allaahu akbar allaahu akbar allaahu akbar, laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar, allaahu akbar walillaahi hamdu. (3x)
Allaahu akbar kabiiraa, wal hamdu lillaahi katsiiraa, wasubhaanaliaahi bukratan wa-ashiilaa,
Laa ilaaha illallaahu walaa na'budu illaa iyyaahu mukhlishiina lahuddiina walau karihalkaafi run.
Laa illaaha illallaahu wahdahu, shadaqa wa'dahu, wanashara ' abdahu, wa-a'azza jundahu wahazamal ahzaaba wahadahu.
Laa illaaha illallaahu wallaahu akbar. Allaahu akbar walillaahilhamdu."

Artinya :
Allah Maha Besar (3 kali) Tidak ada Tuhan melainkan Allah, Allah Maha Besar dan segala puji bagi Allah. Maha suci Allah pada pagi dan petang, tiada Tuhan melainkan Allah dan tidak ada yang kami sembah kecuali hanya Allah, dengan iklash kami beragama kepadaNya, walaupun orang-orang kafir membenci, Tidak Ada Tuhan melainkan Allah sendiriNya, benar janjiNya, dan Dia menolong akan hambaNya, dan Dia mengusir musuh NabiNya dengan sendiriNya, tiada Tuhan melainkan Allah, Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan bagiNya segala puji''.

Perlu diketahui bahwa pada hari “Idul Fitri dan Adha, anak-anak besar kecil - tua muda supaya meramaikannya, bahkan bagi wanita - wanita yang sedang haidpun dianjurkan keluar ke lapangan, sekalipun mereka tidak ikut shalat.

Nabi SAW bersabda :
tata cara dan bacaan sholat idul fitri dan idul adha

"An Ummi'' Athiyyah Qaalat : Kunnaa nu'maru an nakhruja yaumal 'iidi - hattaa nakhrual bikra min khidriha hattaa nakhujal huyyadla - fayakun khalfan naasi, fayukabbirna bitakbiirihim wayad'uuna - bidu' aaihim yarjuuna barkatan dzaalikal yaumi wathuhratahu."

Artinya :
Dari Ummi ''Athiyah katanya : ''Kami diperintahkan pergi shalat hari Raya, bahkan anak - anak gadis keluar dari pingitannya. Juga perempuan - perempuan yang sedang haid (datang bulan) tetapi mereka hanya berdiri saja dibelakan orang banyak, dan turut takbir dan berdo'a bersama - sama dan mereka mengharapkan beroleh keberkahan dan kesucian itu''. ( H R Bukhari )

referensi: Risalah Tuntunan Shalat Lengkap (Drs. Moh. Rifa'i, 1976)

Shalat Ghaib

Bila ada keluarga atau handaitolan yang meninggal di tempat yang jauh, dan kita tidak bisa menghadiri proses pengurusan jenazahnya, maka disunatkan juga untuk kita melakukan shalat ghaib atas mayat itu tersebut.

Walaupun pemakaman jenazah tersebut sudah berlalu. Shalat ghaib pada mayit itu adalah sah.

Jenazah yang disholati itu juga bisa saja seorang maupun banyak, perempuan maupun laki-laki.

Adapun dalil yang mengisyaratkan shalat ghaib adalah sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:

لِمَا صَحَّ أَنَّ النَّبِيَُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَى النَّجَاشِيَّ لأَصْحَابِهِ وَ هُوَ بِالمَدِيْنَةِ وَصَلَّى عَلَيْهِ وَ صَلُّوْا خَلْفَهُ (رواه الشيخان)

bahwasanya pada suatu hari, Nabi saw memberitahu para shahabat tentang kematian Najasyi. Lalu, Nabi saw mengajak para shahabat untuk bersholat atas Najasyi. Mereka shalat di belakang beliau. (HR Bukhari Muslim)

Diperbolehkan menyolatkan mayat yang sudah dikubur dengan syarat jika yang menyolatkan mayat termasuk orang yang wajib menyolatkannya dan dia tidak mendapat kesempatan untuk menyolatkanya disaat mayat tsb hadir untuk dishalatkan sebelum dikubur.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُما: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِقَبْرٍ قَدْ دُفِنَ لَيْلا ، فَقَالَ : مَتَى دُفِنَ هَذَا ؟ قَالُوا : الْبَارِحَةَ . قَالَ : أَفَلا آذَنْتُمُونِي !؟ قَالُوا : دَفَنَّاهُ فِي ظُلْمَةِ اللَّيْلِ فَكَرِهْنَا أَنْ نُوقِظَكَ . فَقَامَ فَصَفَفْنَا خَلْفَهُ ، قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَأَنَا فِيهِمْ فَصَلَّى عَلَيْهِ (رواه الشيخان)

Dari Ibnu Abbas ra, ia menyatakan bahwa Rasulallah saw lewat dekat sebuah kuburan yang baru semalam dikuburkan. Rasulallah saw bertanya: ”Kapan dibuburkan?”. Mereka menjawab: ”Tadi Malam”. Beliau bertanya lagi: ”Kenapa kalian tidak memberitahukan kepadaku?”. Mereka menjawab: ”Kami kuburkan ia tengah malam yang sangat gelap karena itu kami tidak mau membangunkan engkau”. Lalu Nabi berdiri, kami berbaris dibelakang beliau untuk shalat. Ibnu Abbas berkata:”Dan aku termasuk orang yang berbaris. Maka beliau shalat” (HR Bukhari Muslim)

Hadits-hadist  di atas merupakan hujjah yang disunahkan sholat ghaib ketika mendengar berita kematian seorang muslim yang lain.


Tata Cara Shalat Ghaib

Tata cara dan bacaanya sama saja dengan shalat jenazah yaitu dilaksanakan berdiri dengan empat takbir, hanya niatnya saja disebutkan atas mayit ghaib.

Lafadz niat shalat ghaib adalah sebagai berikut:

أصلى على ميت (فلان) الغائب اربع تكبيرات فرض الكفاية (مأموما / إِمَامًا) لله تعالى

"Ushalli 'alaa mayyiti (fulanin) al ghaaibi arba'a - takbiiraatin, fardlal kifaayati lillaahi ta'aalaa" - "Allahu - akbar."

Artinya:
Saya niat shalat ghaib atas mayit (nama si fulan) empat kali takbir fardhu kifayah  (menjadi makmum / imam) karena Allah Ta’ala.

Andaikan shalat ghaib itu dilakukan tanpa mengetahui identitas/nama Jenazahnya dengan tepat, sebagaimana yang sering dilaksanakan setelah fardu berjamaah atau shalat jum’at di masjid, maka lafadz niatnya adalah

أصلى على ميت الغائب اربع تكبيرات فرض الكفاية ( مأموما / إِمَامًا ) لله تعالى

"Ushalli alal mayyitil ghaaibi arba'a takbiirattin fardlal kifaayati (ma'muuman / imaaman) lillaahi ta'aalaa" -  "Allaahu akbar"

Artinya:
Saya niat shalat ghaib atas mayit empat kali takbir fardhu kifayah (menjadi makmum / imam) karena Allah Ta’ala.

Setelah selesai shalat ghaib, dilanjutkan dengan membaca do'a yang sama dengan Do'a sesudah shalat jenazah

Shalat Jenazah

Shalat atas mayat hukumya fardhu kifayah secara ijma’ menurut hadist yang diriwayatkan dari jabir bin Abdullah ra ia berkata:

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُ, أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ” إِنَّ أَخَاكُمْ النَّجَاشِيَّ قَدْ مَاتَ ، فَقُومُوا فَصَلُّوا عَلَيْهِ

Artinya:
Dari Imron bin Hushain ra, bahwa Rasulallah saw bersabda ”sesungguhnya saudara kalian An-Najasyi telah meninggal dunia, mari kita bersama men-shalatkanya” (HR Muslim)

Fardhu kifayah sendiri artinya wajib dan ditujukan oleh orang banyak namun jika sebagian orang muslim sudah melakukannya maka kewajiban tersebut telah gugur bagi muslim yang lainnya. Namun jika seluruh kaum muslimin meninggalkan sholat jenazah maka kaum muslimin tersebut berdosa.

Keutamaan

Salah satu keutamaan melaksanakan sholat jenazah maka ia akan mendapatkan pahala. Bila ia tidak hanya mensholatkan tetapi juga mengantarkan maka pahala yang didapatkan menjadi lebih banyak.

Rasulullah SAW menggambarkan pahala dari dilaksanakannya sholat jenazah hingga mengantarkannya dalam bentuk qirath.

Sebagaimana hadist Nabi SAW,

Barang siapa menshalatkan jenazah dan tidak mengiringinya (ke pemakaman), ia akan memperoleh pahala sebesar satu qirath. Jika dia juga mengiringinya (hingga pemakamannya), ia akan memperoleh dua qirath.

Ditanyakan, “Apa itu dua qirath?” Beliau menjawab, “Yang terkecil di antaranya semisal Gunung Uhud.” (HR. Muslim)

Jadi, kalau kamu melaksanakan sholat jenazah sekaligus mengantarkannya maka akan mendapatkan pahala sebesar gunung uhud.

Syarat - Syarat Shalat Jenazah

Terdapat beberapa syarat yang perlu dipenuhi dalam salat jenazah, yaitu:
Posisi Imam Ketika Sholat Jenazah

Posisi imam dalam melaksanakan shalat jenazah perempuan dengan jenazah laki-laki berbeda. 

Jika jenazahnya adalah laki-laki maka posisi imam adalah berdiri tepat di bagian belakang kepalanya si jenazah. Lalu kita bisa meletakkan kepala jenazah di sebelah kiri imam.

Jika jenazahnya perempuan maka imam tepat berdiri di belakang pinggang jenazah tersebut, posisi kepala jenazah tepat diletakkan di sebelah kanan sang imam.

Rukun dan Cara Mengerjakan Shalat Jenazah

Shalat jenazah dilakukan dengan cara yang berbeda dengan shalat pada umumnya, seluruh gerakan shalat dilakukan dengan berdiri. Meski shalat ini hukumnya wajib, shalat ini tidak diawali dengan adzan dan iqamat.

Sholat ini dilakukan secara berdiri (bagi yang mampu berdiri) dengan empat kali takbir. Setiap takbir dibacakan ayat dan doa yang berbeda.

Bertakbir 4 kali takbir dan takbiratul ihram termasuk salah satu dari empat takbir

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى عَلَى أَصْحَمَةَ النَّجَاشِيِّ، فَكَبَّرَ عَلَيْهِ أَرْبَعًا‏.‏ (رواه الشيخان)

Sesuai dengan hadist Rasulallah saw dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata: sesungguhnya Rasulallah saw shalat atas Ashhamat an-Najasyi, maka beliau bertakbir empat kali” (HR Bukhari Muslim)

Adapun cara shalat jenazah adalah sebagai berikut:

Setelah berdiri sebagaimana mestinya akan mengerjakan shalat, maka :

a. Niat, menyengaja melakukan shalat atas mayit dengan empat takbir, menghadap qiblat karena Allah.

Lafazh niatnya:

Untuk jenazah laki-laki maka niatnya sebagai berikut:


اُصَلِّى عَلٰى هَذَاالْمَيِّتِ اَرْبَعَ تَكْبِرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالٰى

"Ushallii 'alaa haadzal mayyiti arba'a tak biiraatin fardlal kifaayati ma'muuman lillaahi ta'aalaa" - "Allahu akbar."

Artinya :
Saya niat shalat atas mayit ini empat kali takbir fardhu kifayah sebagai makmum karena Allah Ta’ala. - Allahu Akbar

Untuk jenazah perempuan, maka bacaan niatnya adalah sebagai berikut:

اُصَلِّى عَلٰى هَذِهِ الْمَيْتَةِ اَرْبَعَ تَكْبِرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالٰى

"Ushalli ‘alaa haadzihill mayyitati  arba'a tak biiratin fardlal kifaayati ma'muuman ta'aala." "Allahu akbar."

Artinya :
Saya niat shalat atas mayit perempuan ini empat kali takbir fardhu kifayah sebagai makmum karena Allah Ta’ala. - Allahu Akbar

Untuk jenazah anak-anak, maka bacaan niat sebagai berikut:

اُصَلِّى عَلٰى هَذَاالْمَيِّتِ اَرْبَعَ تَكْبِرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالٰى

"Ushallii 'alaa haadzal mayyiti arba'a tak biiraatin fardlal kifaayati ma'muuman lillaahi ta'aalaa" - "Allahu akbar."

Artinya :
Saya niat shalat atas mayit ini empat kali takbir fardhu kifayah sebagai makmum karena Allah Ta’ala. - Allahu Akbar

Niat tersebut di atas merupakan niat yang dibaca saat menjadi makmum pada shalat jenazah. Jika menjadi imam dalam shalat jenazah maka niat tetaplah sama namun pada (مَأْمُوْمًا=sebagai makmum) menjadi (إِمَامًا=sebagai imam).

b. Setelah takbiratul ihram, yakni setelah mengucapkan ''Allahu akbar'' (takbir pertama setelah niat), sambil meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri di atas perut (sedakap), kemudian membaca surat Al fatihah (tidak membaca surat yang lain). - setelah membaca surat Al fatihah kemudian lanjut takbir kedua membaca ''Allahu akbar''.

c. Setelah takbir yang kedua, terus membaca shalawat atas Nabi sebagai berikut:

.اَللَٰهُمُّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ

"Allahumma shalli 'alaa muhammadin."

Artinya :
''Ya Allah, berilah shalawat atas Nabi Muhammad''.

Atau lebih sempurna bacalah shalawat sebagai berikut

أللهم صَلِّ علي سيدنامحمد وعلي ألِ سيدنا محمد كما صَلَيْتَ علي سيدنا إبراهيم وعلي أل سيدنا إبراهيم وبارِكْ علي سيدنا محمد وعلي أل سيدنا محمد كما باركت علي سيدنت إبراهيم وعلي أل سيدنا إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد

"Allaahumma shalli 'alaa muhammadin wa alaa aali - muhammadin kamaa shallaita 'alaa ibraahiima wa'alaa - ibraahiima wa'alaa aali ibraahiima wabaarik 'alaa muhammadin wa'alaa aali muhammadin kamaa baarakta - 'alaa ibraahiima wa'alaa aali ibraahiima fil 'aalamiina - innaka hamiidum majiidun."

Artinya :
''Ya Allah, berilah shalawat atas Nabi dan atas keluarganya, sebagaimana Tuahn - pernah memberi rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan limpahilah berkah atas Nabi Muhammad dan para keluarganya, sebagaimana Tuhan pernah memberikan berkah kepada Nabi Ibrahim dan para keluarganya. Di seluruh alam ini Tuhanlah yang terpuji Yang Maha Mulia''.

d. Setelah takbir yang ketiga, kemudian membaca do'a sekurang – kurangnya sbb.

(اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ (لَهَا) وَارْحَمْهُ (هَا) وَعَافِهِ (هَا) وَاعْفُ عَنْهُ (هَا

"Allaahummaghfir lahuu warhamhu wa'aafihi wa'fu anhu."

Artinya :
"Ya Allah, ampunilah dia, berilah rahmat dan sejahtera dan maafkanlah dia''.

Atau doa yang lebih sempurna sebagai berikut

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ
وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ
مِنْ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنْ الدَّنَسِ
 وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ
 وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ
 وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّار

"Bismillah hir-Rahman nir-Rahim"
"Allahummaghfir lahu (lahaa) warhamhu (haa) wa’aafihii (haa) wa’fu ‘anhu (haa) wa akrim nuzulahu (haa) wawassa’madkhalahu (haa) waghsilhu (haa) bil-maa’I watstsalji wal-baradi wanaqqihi (haa) minal-khathaayaa kamaa yu-naqqatats-tsaubul-abyadhu minad-danasi waabdilhu (haa) daaran khairan min daarihi (haa) wa ahlan khairan min ahlihi (haa) wa zaujan khairan min zaujihi (haa) wa adkhilhul jannata wa a’iduhu min ‘adabil qabri wa ‘adabin nar"

Artinya:
"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang"
"Ya Allah, ampunilah dia, dan kasihanilah dia, sejahterakan ia dan ampunilah dosa dan kesalahannya, hormatilah kedatangannya, dan luaskanlah tempat tinggalnya, bersihkanlah ia dengan air, salju dan embun. Bersihkanlah ia dari segala dosa sebagaimana kain putih yang bersih dari segala kotoran, dan gantikanlah baginya rumah yang lebih baik dari rumahnya yang dahulu, dan gantikanlah baginya ahli keluarga yang lebih baik daripada ahli keluarganya yang dahulu, dan peliharalah ia dari siksa kubur dan azab api neraka" (HR. Muslim)

Keterangan : Jika mayit perempuan lafazh lahu menjadi lahaa dan seterusnya. Jika mayit anak - anak do'anya sbb

اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطًَا لِاَبَوَيْهِ وَسَلَفًا وَذُخْرًا
وَعِظَةً وَاعْتِبَارًا وَشَفِيْعًا وَ ثَقِّلْ بِهِ مَوَازِيْنَهُمَا
وَاَفْرِغِ الصَّبْرَعَلىٰ قُلُوْبِهِمَا وَلاَ تَفْتِنْهُمَا بَعْدَهُ
وَلاَ تَحْرِ مْهُمَا اَجْرَهُ

"Allaahummaj'alhu farathan li-abawaihi wasalafan wadzukhran wa'izhatan wa'tibaaran wasyafii'an watsaqqil bihi - mawaaziinahumaa wafrighishsabra 'alaa quluubihimaa wa - laa taftinhumaa ba'dahu walaa tahrimnaa ajrahu"

Artinya :
"Ya Allah, jadikanlah ia sebagai simpanan pendahuluan bagi ayah bundanya dan sebagai titipan, kebajikan yang didahulukan, dan menjadi pengajaran ibarat serta syafa'at bagi orang tuanya. Dan beratkanlah timbangan ibu bapanya. Dan janganlah menjadikan fitnah bagi ayah bundanya sepeninggalkannya, dan janganlah Tuhan menghalangi pahala kepada dua orang tuanya''.

e. Selesai takbir keempat, membaca do'a sbb.

اَللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْناَ أَجْرَهُ وَلاَ تَفْتِنَا بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَناَ وَلَهُ

"Allahumma laa tahrimnaa ajrahu wa laa taftinnaa ba’dahu waghfir lanaa wa lahu."

Artinya :
"Ya Allah, janganlah kiranya, pahalanya tidak sampai kepada kami (janganlah Engkau meluputkan kami akan pahalanya), dan janganlah Engkau meluputkan kami - fitnah sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia''.

Lebih sempurna dan lengkap membaca do'a sbb,

اَللّٰهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا اَجْرَهُ وَلَا تَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ وَلَاِ خْوَا نِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَاتَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَااِنَّكَ رَؤُفٌ رَّحِيْمٌ

"Allaahumma laa tahrimnaa ajrahu walaa taftinnaa ba'da - hu waghfir lanaa walahu wali ikhwaaninal ladziina saba- quuna bil iimaani walaa taj'al fii quluubinaa ghillan lil- ladziina aamanuu rabbanaa innaka ra'uu fur rahiimun."

Artinya :
"Ya Allah, janganlah kiranya pahalanya tidak sampai kepada kami, dan janganlah - Engkau memberi kami fitnah sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia, dan bagi - saudara – saudara kita yang mendahului kita dengan iman, dan janganlah Engkau men - jadikan unek – unek/gelisah dalam hati kami dan bagi orang – orang yang beriman. Wa - hai Tuhan kami, sesungguhnya Engkaulah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

f. Kemudian (selesai) memberi salam sambil memalingkan muka - ke kanan ke kiri dengan ucapan sebagai berikut

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْتُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ

"Assalaamu 'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh."

Artinya :
''Keselamatan dan rahmat Allah semoga tetap pada kamu sekalian''.


Sunah Sunah Shalat Jenazah

– Shalat dilakukan dengan 3 shaf.

عَنْ مَالِكِ بْنِ هُبَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيُصَلِّي عَلَيْهِ ثَلَاثَةُ صُفُوفٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ إِلَّا َأَوْجَبَ أَيْ: إِلاَّ وَجَبَتْ لَهُ الجَنَّةُ بِشَفَاعَتِهِمْ وَبِدُعَائِهِمْ لَهُ (حسن أبو داود و الترمذي)

Dari Malik bin Hubairah ra, Rasulallah saw bersabda: “Tidak ada seorang muslim pun yang meninggal lalu ia disolati oleh tiga shaf kaum muslimin melainkan ia diampuni.” – yaitu wajib baginya surga karena doa-doa mereka(HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi)

– Jika janazahnya laki- laki, maka posisi imam harus berada tepat lurus di muka kepala mayat. Jika janazahnya perempuan, maka posisi imam berada tepat lurus di tengah tengah tubuh mayat (pantat mayat).

عَنْ أَنَس بْن مَالِك أَنَّهُ صَلَّى عَلَى رَجُل فَقَامَ عِنْد رَأْسه , وَصَلَّى عَلَى اِمْرَأَة فَقَامَ عِنْد عَجِيزَتهَا , فَقَالَ لَهُ الْعَلَاء بْن زِيَاد : أَهَكَذَا كَانَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَل ؟ قَالَ : نَعَمْ (حسن أبو داود والترمذي)

Sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Malik ra sesungguhnya ia menyolati jenazah seorang lelaki, ia berdiri di bagian yang lurus dengan kepala jenazah dan jenazah seorang wanita ia berdiri pada posisi tengah jenazah. Al-’Ala` bin Ziyad berkata: “(Wahai Anas!) apakah demikian Rasulullah saw menyolati jenazah wanita berdiri pada posisi tengannya dan janazah laki-laki beliau berdiri di bagian yang lurus dengan kepalanya?” Anas menjawab: “Iya” (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi – hadits hasan)

– Mengangkat kedua tangan ketika takbir empat kali, sejajar dengan bahu dan setelah itu meletakkannya dibawah dada dan diatas pusar sebagaimana dalam shalat yang lain. Dan semua bacaan dilakukan dengan secara pelan-pelan (sirr) walaupun shalat janazah dilakukan di malam hari.

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بن سَهْل رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : السُّنَّةُ فِيْ الصَّلَاةِ عَلَى الْجَنَازَةِ أَنْ يَقْرَأَ فِيْ التَّكْبِيْرَةِ الْأُوْلَى بِأُمِّ الْقُرْآنِ مُخَافَئةً، ثُمَّ يُكَبِّرَ ثَلَاثًا، وَالتَّسْلِيْمُ عِنْدَ الْآخِرَةِ (النسائي بإسناد على شرط الصحيحين)

Dari Abu Umamah bin Sahl ra, ia berkata: “Tuntuan sunah dalam shalat janazah adalah membaca pada takbir pertama Ummul Qur’an (Fatihah) dengan pelan (sirr), kemudian bertakbir tiga kali dan mengucapkan salam di akhir” (HR Nasa’i)

– Membaca ta’awudh (a’udhubillah) sebelum fatihah

Allah berfirman:

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ – النحل ﴿٩٨﴾

 “Apabila kamu membaca Al Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (Qs An-Nahl ayat: 98)

– Tidak membaca do’a iftitah setelah takbir dan pula tidak membaca surat al-Qur’an setelah al-Fatihah,  hal ini karena secara prinsip, shalat janazah itu dikerjakan secara ringkas dan cepat

– Disunahkan membaca do’a lainnya sebagai tambahan bagi mayat setelah takbir ketiga. Sesuai dengan hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rasulallah berdo’a atas janazah:


اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا، وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا، وَصَغِيْرِنَا وَكَبِيْرِنَا، وَذَكَرِنَا وَأُنْثَانَا، اللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَى اْلإِسْلاَمِ، وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى اْلإِيْمَانِ

Artinya: “Ya Allah ampunilah orang yg masih hidup di antara kami dan orang yg sudah meninggal, orang yg sekarang ada dan orang yg tdk hadir,  anak kecil di antara kami dan orang dewasa,  lak-lali  dan perempan  kami. Ya Allah siapa yg engkau hidupkan di antara kami maka hidupkanlah ia di atas Islam dan siapa yg engkau wafatkan di antara kami maka wafatkanlah dia di atas iman. (HR Ahmad, Abu Dawud)

– Jika mayat itu anak kecil belum dewasa (belum baligh) disunahkan setelah takbir ketiga medoakan kedua orang tuanya dengan membaca doa:

اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرْطًا لِأَبَوَيْهِ وَسَلَفًا وَ ذُخْرًا وَ عِظَةً وَ اعْتِبَارًا وَ شَفِيْعًا وَ ثَقِّلْ مَوَازِيْنَهُمَا وَ افْرِغِ الصَّبْرَ عَلَى قُلُوْبِهِمَا وَ لاَ تَفْتِنْهُمَا بَعْدَهُ وَ لاَ تُحَرِِّمْهُمَا أَجْرَهُ
Artinya: Ya Allah jadikanlah anak ini sebagai pendahulu bagi kedua orang tuanya dan tabungan, simpanan, nasihat, itibar dan syafaat bagi keduanya, beratkanlah timbangan mereka di akhirat, berikanlah kesabaran di hati-hati mereka, janganlah dijadikan fitnah bagi mereka dan berikanlah bagi mereka pahalanya

عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ : وَالسِّقْطُ يُصَلَّى عَلَيْهِ وَيُدْعَى لِوَالِدَيْهِ بِالْمَغْفِرَةِ وَالرَّحْمَةِ (الحاكم على شرط البخاري)

Dari Mughirah bin Syu’bah ra, Rasulallah saw bersabda: “Anak yang mati keguguran disholatkan dan berdo’a bagi kedua orang tuanya dengan afiah dan rahmah” (HR al-Hakim)

– Membaca do’a setelah takbir keempat dengan do’a:

اللَّهُمَّ لاَ تُحَرِّمْنَا أَجْرَهُ وَ لاَ تَفْتِنـَّا بَعْدَهُ وَ اغْفِرْ لَنَا وَلَهُ  رَبَّنَا أتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ

Artinya: Ya Allah berikanlah bagi kami pahalanya, janganlah dijadikan fitnah bagi kami sesudahnya, ampunilah kami dan dia ( mayat in)i. Ya Allah berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari siksa neraka.

عَنْ عُبَيْدِ اللَّه بنِ أَبِي أَوْْفَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُما أَنَّهُ كبَّر عَلَى جَنَازَةِ ابْنَةٍ لَهُ أَرْبَعَ تَكْبِيراتٍ ، فَقَامَ بَعْدَ الرَّابِعَةِ كَقَدْرِ مَا بَيْنَ التَّكْبيرتيْن يَسْتَغفِرُ لهَمَا وَيَدْعُو ، ثُمَّ قال : كَانَ رسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يَصْنَعُ هكذَا (صحيح الحاكم)

Dari Abdullah bin Abi Aufa  ra sesungguhnya ia shalat atas janazah anak perempuannya, ia berdiri setelah takbir yang keempat sejenak beristighfar untuk kedua orang tuanya dan berdo’a. Lalu ia berkata: demikianlah Rasulallah saw telah berbuat” (HR Shahih al-Hakim)

Do'a sesudah shalat jenazah

Setelah selesai salam, kemudian membaca bersama sama Surat Al Fatihah, kemudian - imam membaca do'a sebagai berikut


اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا وَذَكَرِنَا وَاُنْثَانَا وَصَغِيرنَا وَكَبِيرنَا
اَللَّهُمَّ مَنْ اَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَاَحْيهِ عَلَى اْلاِسْلاَمِ وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى اْلايمَانِ وَخُصَّ هذَا الْمَيَّتَ بِالرَّوْحِ وَالرَّاحَةِ وَالْمَغْفِرَةِ وَالرِّضْوَانِ
اَللّهُمَّ اِنْ كَانَ مُحْسِنًا فَزِدْ فِى اِحْسَانِه وَاِنْ كَانَ مُسيئًا فَتَجاوَزْ عَنْهُ وَلَقِّهِ اْلاَمْنَ وَالْبُشْرى وَالْكَرَامَةَ وَالزُّلْفى بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمينَ

"Allahummaghfirli hayyina wa mayyitina wa shahidina wa ghaibina wa dhakarina wa unthana wa saghirina wa kabirina. Allahumma, man ahyaytahu minna fa ahyihi alal islam wa man tawaffaytahu minna fa tawaffahu alal iman wa khussa hadhal mayyita birrawhi warrahati wal maghfirati warridwan. Allahumma in kana muhsinan fazid fi ihsanihi wa in kana musian fatajawaz anhu wa laqqihil amna wal bushra wal karamata wazzulfa birahmatika ya arhamarrahimin."


Artinya :
"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang"
''Ya Allah, curahkanlah rahmat atas junjungan kita Nabi Muhammad dan kepada keluarga Nabi Muhammad. Ya Allah, dengan berkahnya surat Al-Fatihah, bebaskanlah dosa kami dan dosa mayit ini dari siksaan api neraka.'' ''Ya Allah, curahkanlah rahmat dan berilah ampunan kepada mayit ini. Dan jadi - kanlah tempat kuburnya taman yaman dari surga dan janganlah Engkau menjadikan kuburnya itu lubang jurang neraka. Dan semoga Allah memberi rahmat kepada semulia - mulia makhluknya yaitu junjungan kami Nabi Muhammad dan keluarganya serta sahabat - sahabatnya sekalian, dan segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam''

Bila ada keluarga atau handaitolan yang meninggal di tempat yang jauh, dan kita tidak bisa menghadiri proses pengurusan jenazahnya, maka disunatkan juga untuk kita melakukan shalat ghaib atas mayat itu tersebut.

Hal-Hal Penting Yang Perlu Diketahui Terkait Sholat Jenazah

= Bila tertinggal saat shalat jenazah berjamaah

Bagi umat muslim yang tertinggal dalam melaksanakan shalat jenazah ada baiknya dia masuk ke dalam shaf shalat dan masuk bersama imam pada bagian shalat jenazah yang tersisa. Jika imam telah mengakhiri dengan salam, hendaknya dia menjalankan takbir yang tertinggal sesuai dengan tatacara shalat jenazah dan harus syar’i. Jika orang tersebut khawatir jenazah akan diangkatkan, dia bisa melakukan takbir secara berturut-turut. Maksud berturt-turut di sini adalah tanpa adanya pemisah di antara takbirnya dan diakhiri dengan salam.

= Shalat jenazah yang sudah diangkat atau dipindahkan

Jika jenazah sudah diangkatkan namun belum dikuburkan atau dimasukkan ke liang lahat, dia bisa melakukan shalat jenazah dikuburannya. Jika ada orang yang berniat menyalati jenazah tersebut namun tidak berada di dalam negeri atau berada di daerah yang sama maka dia dibolehkan untuk melakukan shalat ghaib sesuai dengan tuntunan dan ajaran shalat ghaib. Niatnya pun adalah niat untuk shalat ghaib.

=  Shalat jenazah wanita mengandung

Jika jenazah yang meninggal adalah wanita yang mengalami keguguran kemudian meninggal sedangkan usia kandungannya telah mencapai usia 4 bulan bahkan lebih. Maka hukum untuk menyalati janin tersebut adalah fardhu kifayah.

Sedangkan jika usia janin yang meninggal tersebut kurang dari 4 bulan maka janin tersebut tidak perlu dishalati. Hal itu dikarenakan saat kandungan berusia 4 bulan atau lebih, Allah telah meniupkan ruh kepada janin tersebut sehingga janin tersebut sudah memiliki nyawa.

Shalat Sunnah Rawatib

Shalat sunnah rawatib adalah shalat yang dilakukan beriringan dengan shalat fardhu dan dilakukan sebelum atau sesudah shalat fardhu. Shalat sunnah rawatib ada dua macam yaitu (a) qabliyyah (قبلية) yaitu shalat sunnah yang dilakukan sebelum shalat fardhu; dan (b) ba'diyyah (بعدية) yaitu shalat sunnah yang dilakukan setelah shalat fardhu.

سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ما من عبد مسلم يصلي لله كل يوم ثنتي عشرة ركعة تطوعا غير فريضة إلا بنى الله له بيتا في الجنة

Artinya:
Rarulullah SAW bersabda: Tidak ada seorang hamba yang shalat sunnah setiap hari sebanyak 12 rakaat kecuali Allah membangun untuknya sebuah rumah di surga (HR. Bukhari).

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الجَنَّةِ

Artinya:
Barang siapa yang shalat 12 rokaat sehari semalam maka dibangun baginya rumah di surga. (HR. Muslim)

صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الجُمُعَةِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ المَغْرِبِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ العِشَاءِ

Artinya:
Saya pernah shalat bersama Rasul dua rakaat sebelum dzuhur, 2 rakaat setelah dzuhur, 2 raka'at setelah Jum'at, 2 rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah isya'. (HR. Bukhari, Muslim (muttafaq alaih) dari Ibnu Umar)

Waktu Pelaksanaan Shalat Rawatib

Ada 5 (lima) waktu shalat sunnah rawatib adalah sebagai berikut:
  1. 2 raka'at qabliyyah shalat subuh.
  2. 4 raka'at (2 rakaat - 2 rakaat atau 2x salam) atau 2 raka'at qabliyyah shalat dhuhur. 
  3. 2 raka'at ba'diyyah shalat dhuhur.
  4. 2 raka'at ba'diyyah shalat maghrib.
  5. 2 raka'at ba'diyyah shalat isya'.
Niat Shalat Rawatib

Berikut adalah lafadz bacaan niat sholat sunnah qobliyah dan/atau ba'diyah setelah sholat fardhu

Niat Sholat Sunnah Qobliyyah Subuh (2 Raka'at)

اُصَلِّى سُنَّةَ الصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ قَبْلِيَّةً مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ   ِللهِ تَعَالَى 

"Usholli sunnatash-shubhi rok'ataini qobliyyatan mustaqbilal qiblati  lillaahi ta'aala"
 Artinya :
Aku niat melakukan shalat sunat sebelum subuh 2 rakaat, sambil menghadap qiblat  karena Allah ta'ala

Niat Sholat Sunnah Qobliyyah Dzuhur (2 Raka'at)

اُصَلِّى سُنَّةً الظُّهْرِرَكْعَتَيْنِ قَبْلِيَّةً مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ   ِللهِ تَعَالَى 

"Usholli sunnatazh-zhuhri rok'ataini qobliyyatan mustaqbilal qiblati   lillaahi ta'aala"
 Artinya :
Aku niat melakukan shalat sunat sebelum dzuhur 2 rakaat, sambil menghadap qiblat karena Allah ta'ala

Niat Sholat Sunnah Ba'diyyah Dzuhur (2 Raka'at)

اُصَلِّى سُنَّةً الظُّهْرِرَكْعَتَيْنِ بَعْدِيَّةً مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ   ِللهِ تَعَالَى 

"Usholli Sunnatazh-Zhuhri Rok'ataini Ba'diyyatan Mustaqbilal Qiblati   Lillaahi Ta'aala"
 Artinya :
Aku niat melakukan shalat sunat setelah dzuhur 2 rakaat, sambil menghadap qiblat, karena Allah ta'ala

Niat Sholat Sunnah Ba'diyyah Maghrib (2 Raka'at)

اُصَلِّى سُنَّةً الْمَغْرِبِ رَكْعَتَيْنِ بَعْدِيَّةً مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ   ِللهِ تَعَالَى

"Usholli sunnatal maghribi rok'ataini ba'diyyatan mustaqbilal qiblati   lillaahi ta'aala"
 Artinya :
Aku niat melakukan shalat sunat setelah maghrib 2 rakaat, sambil menghadap qiblat, karena Allah ta'ala

Niat Sholat Sunnah Ba'diyyah 'Isya (2 Raka'at)

اُصَلِّى سُنَّةً الْعِشَاءِ رَكْعَتَيْنِ بَعْدِيَّةً مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ   ِللهِ تَعَالَى 

"Usholli sunnatal 'isyaa'i rok'ataini ba'diyyatan mustaqbilal qiblati   lillaahi ta'aala"
 Artinya :
Aku niat melakukan shalat sunat setelah 'isya 2 rakaat, sambil menghadap qiblat,   karena Allah ta'ala

Mahram

Mahram yaitu orang orang yang tidak batal wudhu jika bersentuhan dan tidak boleh dinikahi.

Pertama diingatkan, bahwa penggunaan istilah mahram berbeda dengan istilah muhrim. Karena muhrim artinya orang yang melakukan ihram, baik untuk umrah atau haji.

Sedangkan mahram, Imam an-Nawawi memberi batasan dalam sebuah definisi berikut,

كل من حرم نكاحها على التأبيد بسبب مباح لحرمتها

Setiap wanita yang haram untuk dinikahi selamanya, disebab sesuatu yang mubah, karena statusnya yang haram. (Syarah Shahih Muslim, An-Nawawi, 9:105)

Kemudian beliau memberikan keterangan untuk definisi yang beliau sampaikan:

  1. Haram untuk dinikahi selamanya : Artinya ada wanita yang haram dinikahi, namun tidak selamanya. Seperti adik istri atau bibi istri. Mereka tidak boleh dinikahi, tetapi tidak selamanya. Karena jika istri meninggal atau dicerai, suami boleh menikahi adiknya atau bibinya.
  2. Disebabkan sesuatu yang mubah : Artinya ada wanita yang haram untuk dinikahi selamanya dengan sebab yang tidak mubah. Seperti ibu wanita yang pernah disetubuhi karena dikira istrinya, atau karena pernikahan syubhat. Ibu wanita ini haram untuk dinikahi selamanya, namun bukan mahram. Karena menyetubuhi wanita yang bukan istrinya, karena ketidaktahuan bukanlah perbuatan yang mubah.
  3. Karena statusnya yang haram : Karena ada wanita yang haram untuk dinikahi selamanya, namun bukan karena statusnya yang haram tetapi sebagai hukuman. Misalnya, wanita yang melakukan mula’anah dengan suaminya. Setelah saling melaknat diri sendiri karena masalah tuduhan selingkuh, selanjutnya pasangan suami-istri ini dipisahkan selamanya. Meskipun keduanya tidak boleh nikah lagi, namun lelaki mantan suaminya bukanlah mahram bagi si wanita.
Adapun wanita yang tidak boleh dinikahi karena selamanya ada 11 orang ditambah karena faktor persusuan. Tujuh diantaranya, menjadi mahram karena hubungan nasab, dan empat sisanya menjadi mahram karena hubungan pernikahan.

Pertama, tujuh wanita yang tidak boleh dinikahi karena hubungan nasab:

  1. Ibu, nenek, buyut perempuan dan seterusnya ke atas.
  2. Anak perempuan, cucu perempuan, dan seterusnya ke bawah.
  3. Saudara perempuan, baik saudari kandung, sebapak, atau seibu.
  4. Keponakan perempuan dari saudara perempuan dan keturunannya ke bawah.
  5. Keponakan perempuan dari saudara laki-laki dan keturunannya ke bawah.
  6. Bibi dari jalur bapak (‘ammaat).
  7. Bibi dari jalur ibu (Khalaat).

Kedua, empat wanita yang tidak boleh dinikahi karena hubungan pernikahan:

  1. Ibu istri (ibu mertua), nenek istri dan seterusnya ke atas, meskipun hanya dengan akad
  2. Anak perempuan istri (anak tiri), jika si lelaki telah melakukan hubungan dengan ibunya
  3. Istri bapak (ibu tiri), istri kakek (nenek tiri), dan seterusnya ke atas
  4. Istri anak (menantu perempuan), istri cucu, dan seterusnya kebawah.

Demikian pula karena sebab persusuan, bisa menjadikan mahram sebagaimana nasab. (Taisirul ‘Alam, Syarh Umdatul Ahkam, hal. 569)

Catatan:

Pertama, saudara ipar apakah mahram (muhrim):

Saudara ipar bukan termasuk mahram. bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan agar berhati-hati dalam melakukan pergaunlan bersama ipar. Dalilnya: Ada seorang sahabat yang bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana hukum kakak ipar?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Saudara ipar adalah kematian.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Maksud hadis: Interaksi dengan kakak ipar bisa menjadi sebab timbulnya maksiat dan kehancuran. Karena orang bermudah-mudah untuk bebas bergaul dengan iparnya, tanpa ada pengingkaran dari orang lain. Sehingga interaksinya lebih membahayakan daripada berinteraksi dengan orang lain yang tidak memiliki hubungan keluarga. Kondisi semacam ini akan memudahkan mereka untuk terjerumus ke dalam zina.

Kedua, Sepupu bukan mahram

Karena itu, dalam islam kita dibolehkan menikahi sepupu.

Ketiga, istri paman atau suami bibi, bukan mahram.

Misal: Adi punya paman (Rudi), istri Rudi bukan mahram bagi Adi. Atau  Wati punya bibi (Ida), suami Ida bukan mahram bagi Wati.

Allahu a’lam

Sumber: Ammi Nur Baits, Konsultasi Syariah

Sunnah Menjawab Adzan dan Iqamah

KETIKA adzan dikumandangkan, maka disunahkan agar kita mendengarkan adzan tersebut. Selain itu kita juga disunahkan untuk menjawab kalimat-kalimat dalam adzan. Bagaimana kalimat untuk menjawab adzan?

Cara menjawab adzan adalah dengan jawaban yang sama seperti apa yang tersebut dalam kalimat bacaan adzan kecuali pada bacaan adzan yang bunyinya “ Hayya ‘alash shalaah ” dan “Hayya ‘alal falah”, maka cara menjawabnya adalah dengan bacaan:

لاحول ولاقوّة الاّ بالله
“laa haula walaa quwwata illa billahi”

Artinya :
tidak ada daya upaya dan kekuatan, kecuali dengan pertolongan Allah”

Namun, ketika kita mendengat suara adzan subuh, maka cara menjawab adzan subuh pada saat muadzin mengucapkan bacaan kalimat:

الصّلاة خير من النّوم
"As shalaatu khairum minan naumi" [dua kali]

Maka, kita yang mendengarnya, menjawab dengan bacaan:

صدقت وبررت وانا على ذلك من الشّاهدين
“Shadaqta wabararta wa anaa ‘alaa dzaalika minasy syaahidiina”

Artinya :
benar dan baguslah ucapanmu itu dan akupun atas yang demikian termasuk orang-orang yang menyaksikan.

KETIKA dikumandangkan suara iqamah oleh muadzin, maka sunnah bagi kita menjawab iqamah dengan cara; kalimat-kalimat yang terdengar dijawab sama persis seperti yang diucapkan oleh muadzin, kecuali pada kalimat:

“Qad Qaamatish Shalaah”, maka di jawab dengan lafadz atau bacaan sebagai berikut :

أقامها الله وادامها وجعلني من صالحى أهلها
“Aqaamahallahu wa adaamahaa waja’alani min shaalihi ahliha”

Artinya :
Semoga Allah mendirikan shalat itu dengan kekalnya, dan semoga Allah menjadikan aku ini, darigolongan orang-orang yang sebaik-baiknya ahli shalat”

Do'a Sesudah Adzan

Sebagaimana sabda Rasul SAW:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : إِذا سمِعْتُمُ النِّداءَ فَقُولُوا مِثْلَ ما يَقُولُ ، ثُمَّ صَلُّوا علَيَّ ، فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى علَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ بِهَا عشْراً ، ثُمَّ سلُوا اللَّهَ لِي الْوسِيلَةَ ، فَإِنَّهَا مَنزِلَةٌ في الجنَّةِ لا تَنْبَغِي إِلاَّ لعَبْدٍ منْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ ، فَمَنْ سَأَلَ لِيَ الْوسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفاعَةُ. (رواه مسلم)

Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash ra sesungguhnya ia mendengar Rasulullah saw bersabda: “Apabila kalian mendengar seruan (muadzin) mengumandangkan adzan, maka ucapkanlah seperti yang ia ucapkan, lalu bacalah shalawat untukku, karena barang siapa membaca shalawat untukku satu kali, Allah akan mengucapkan shalawat untuknya sepuluh kali, kemudian mintalah wasilah untukku karena itu adalah sebuah derajat di surga yang tidak diberikan kecuali kepada seorang hamba Allah. Aku berharap akulah hamba tersebut. Barangsiapa memintakan wasilah kepada Allah untukku, ia berhak mendapat syafaatku.” (HR Muslim)

Maka setelah selesai muazzin mengumandangkan adzan, baik yang mengumandangkan adzan maupun yang mendengarkan, disunnahkan membaca do'a, membaca shalawat atas Nabi SAW sebagai berikut:

اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ إِنَّكَ لاَ تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ

Artinya: Ya Allah, Pemilik panggilan yang sempurna (adzan) ini dan shalat (wajib) yang didirikan, Berilah Al-Wasilah (derajat di Surga, yang tidak akan diberikan selain kepada Nabi saw) dan fadhilah kepada Muhammad. Dan bangkitkan beliau sehingga bisa menempati maqam terpuji yang telah Engkau janjikan. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.

Sunnah Sebelum Shalat

Sebelum shalat wajib, kita disunnahkan mengerjakan adzan dan iqamah.

Adzan berarti pemberitahuan atau seruan. Adapun makna adzan secara istilah adalah seruan yang menandai masuknya waktu shalat lima waktu dan dilafazhkan dengan lafazh-lafazh tertentu.

Sebagaimana Allah berfirman dalam surat At Taubah Ayat 3:

 وَأَذَانٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ

Artinya:
“dan ini adalah seruan dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia”

Iqamah secara istilah maknanya adalah pemberitahuan atau seruan bahwa sholat akan segera didirikan dengan menyebut lafazh-lafazh khusus.

Lafadz Adzan dan Iqamah

Shalat Khauf

Shalat khauf adalah shalat dalam keadaan bahaya atau takut (suasana perang). Shalat wajib dilakukan dalam keadaan apapun termasuk dalam keadaan bahaya (perang). Shalat dalam keadaan bahaya dilakukan diwaktu perang melawan musuh dan segala bentuk perang yang tidak haram seperti pertempuran melawan pemberontak atau orang orang yang melawan pemerintahan yang sah atau melawan perampok, penjahat dan teroris yang semuanya dibolehkan dalam islam, sesuai dengan firman Allah:

وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِّنْهُمْ مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُواْ أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُواْ فَلْيَكُونُواْ مِن وَرَآئِكُمْ وَلْتَأْتِ طَآئِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّواْ فَلْيُصَلُّواْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُواْ حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَّيْلَةً وَاحِدَةً وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن كَانَ بِكُمْ أَذًى مِّن مَّطَرٍ أَوْ كُنتُمْ مَّرْضَى أَن تَضَعُواْ أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُواْ حِذْرَكُمْ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَاباً مُّهِيناً

Artinya:
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus.  Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.”. (Qs an-nissa’ ayat: 102)

Cara Shalat Khauf

Sunnah Adzan

1- Muadzin harus memiliki sifat amanah, karena ia bertanggung jawab akan masuknya waktu shalat dan ketepatannya. Juga karena adzan ini sangat berkaitan dengan puasa dan berbukanya kaum muslimin

2- Disunahkan beradzan dengan suara yang bagus dan lantang. Rasulallah saw dalam hadits di atas memerintahkan Abdullah bin Zed ra supaya mengajarkan Bilal ra apa yang ia mimpikan (adzan) sebab ia memiliki suara yang lebih bagus darinya. (HR Abu Daud dengan isnad shahih)

3- Disunahkan beradzan di tempat yang tinggi,

عَنْ ابْنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُؤَذِّنَانِ : بِلَالٌ وَابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ الْأَعْمَى ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ ، فَكُلُوا وَاشْرَبُوا ، حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ ، قَالَ : وَلَمْ يَكُنْ بَيْنَهُمَا ، إِلَّا أَنْ يَنْزِلَ هَذَا وَيَرْقَى هَذَا (رواه الشيخان)

Sesuai dengan hadits dari Ibnu Umar ra, ia berkata: Rasulullah saw memiliki dua muadzin, yaitu Bilal dan Ibnu Ummi Maktum (seorang buta). Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Bilal adzan pada waktu malam, maka makan dan minumlah sampai Ibnu Ummi Maktum adzan.” Ia berkata: tidaklah di antara keduanya kecuali yang ini turun sedangkan yang satunya naik “ (HR Bukhari Muslim)

4- Disunahkan beradzan dalam keadaan berdiri tegak menghadap ke kiblat kecuali ketika sampai ke “Hayya ’alash Shalah Hayya ’alal falah” disunahkan memutarkan kepala ke kanan dan kiri sambil meletakan dua jarinya ke dalam dua telinganya.

عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : رَأَيْتُ بِلَالًا خَرَجَ إِلَى الْأَبْطَحِ فَأَذَّنَ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ فَلَمَّا بَلَغَ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ لَوَى عُنُقَهُ يَمِينًا وَشِمَالًا (رواه الشيخان)

Dari Abu Juhaifah berkata: “Aku melihat Bilal keluar ke Abthah lalu adzan menghadap ke kiblat, ketika ia sampai ke “Hayyah ’Alash Shalah Hayya ’Alal Falah”  ia memutar kepalanya ke kanan dan kiri” (HR Bukhari Muslim).

وَ فِي رِوَايَةٍ رَأَيْتُ بِلَالًا يُؤَذِّنُ وَيَدُورُ وَأَتَتَبَّعُ فَاهُ هَاهُنَا وَأُصْبُعَاهُ فِي أُذُنَيْهِ (الترمذي)

Dalam riwayat lain “Aku melihat Bilal adzan dan berputar, mulutnya ke sana dan ke sini, sementara dua jarinya berada dalam dua telinganya” (HR. At-Tirmidzi)

Adzan & Iqamah

Adzan: merupakan tanda masuk waktu yang didengungkan dengan suara yang keras, hukumnya sunah muakkadah selalu dilakukan Rasulallah saw setiap masuk waktu shalat fardhu.

Iqamah: merupakan tanda akan didirikan shalat.

Syarat Adzan

1- Masuk waktu.

Tidak sah adzan sebelum masuk waktu karena ia merupakan pemberitahuan masuknya waktu kecuali waktu adzan subuh boleh dilakukan dua kali, pertama sebelum masuk waktu subuh dan yang kedua pada waktu masuk waktu.

عَنْ ابْنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ (رواه الشيخان)

Sesuai dengan sabda Rasulallah saw dari Ibnu Umar ra: “Sesungguhnya Bilal adzan diwaktu malam, karena itu makanlah dan minumlah sehingga Ibnu Ummi Maktum adzan”. (HR. Bukhari Muslim). Adzan yang pertama dianjurkan untuk membangunkan orang dari tidurnya agar memberikan kesempatan mandi bagi orang junub.

2- Tertib dalam kalimat-kalimatnya
3- Berturut turut / tidak boleh putus
4- Dengan bahasa Arab (untuk keseragaman)
5- Didengar oleh Masyarakat
6- Muadzin (yang beradzan) harus laki laki tidak boleh perempuan

Darah dari Rahim Wanita

Darah yang keluar dari rahim wanita ada tiga jenis

1. Darah Haid

Darah haid ialah darah sehat yang keluar dari rahim wanita yang sedikitnya berusia 9 tahun. Darah ini keluar minimumnya selama sehari semalam (24 Jam), maksimumnya 15 hari dan normalnya 6 atau 7 hari. Jadi masa suci bagi wanita antara dua haid tidak boleh kurang dari 15 hari. Dalilnya adalah ketetapan yang telah ditetapkan oleh Imam Syafi’e.

2. Darah Nifas

Darah nifas ialah darah yang keluar dari rahim wanita yang melahirkan, minimumnya seketika, maksimumnya 60 hari dan normalnya 40 hari. Dalilnya adalah ketetapan yang telah ditetapkan oleh Imam Syafi’e.

3. Darah Istihadhah

Darah istihadhah ialah darah yang keluar dari rahim wanita, ia bukan darah haid atau darah nifas tapi darah penyakit. Hukumnya seperti hukum orang yang tidak bisa menahan kecing yang selamanya keluar.

Sunah-Sunah Dalam Shalat

Sunah-sunah dalam shalat terdiri atas dua bagian:

1- Sunah Ab’adh

Sunah Ab’adh adalah amalan amalan dalam sholat yang sangat dituntut, jika ditinggalkan dengan sengaja atau tidak, disunatkan sujud sahwi

  1. Membaca tasyahud awal (kesatu)
  2. Membaca shalawat atas Nabi saw pada tasyahud awal
  3. Membaca shalawat atas keluarga Nabi saw pada tasyahhud akhir
  4. Membaca do’a qunut yaitu membacanya sewaktu bangkit (berdiri) dari ruku pada raka’at kedua di shalat subuh dan shalat witir pada pertengahan hingga akhir bulan Ramadhan.
2- Sunah Haiat

Sunah Haiat adalah amalan amalan sunat dalam sholat , jika ditinggalkan dengan sengaja atau tidak , tidak disunatkan sujud sahwi. Sunah haiat ini sangat dianjurkan untuk dikerjakan agar menambah banyak pahala. Sunah-sunah tersebut di antaranya:

Perbedaan Bagi Laki-laki dan Perempuan dalam Shalat

Bagi wanita, seluruh tubuh mereka adalah aurat yang wajib ditutupi selain wajah dan telapak tangan, apabila mengerjakan shalat, bahkan seluruh tubuhnya adalah aurat di luar shalat (kepada selain mahramnya).

Namun demikian, perbedaan bagi laki-laki dan perempuan dalam shalat, tidak hanya dalam hal menutup auratnya saja. Sebagaimana dijelaskan dalam Risalah Tuntunan Shalat Lengkap (Drs. Moh. Rifa'i, 1976), berikut ini adalah perbedaan bagi laki-laki dan perempuan dalam shalat:

Laki-laki :

  • Merenggangkan kedua siku tangannya dari kedua lambungnya waktu rukuk dan sujud.
  • Waktu rukuk dan sujud mengangkat perutnya dari dua pahanya.
  • Menyaringkan suaranya/bacaannya ditempat keras.
  • Bila memberitahu sesuatu membaca tasbih, yakni membaca "Subhaanallah".


Wanita :

  • Merapatkan satu anggota kepada anggota lainnya.
  • Meletakkan perutnya pada dua tangan/sikunya ketika sujud.
  • Merendahkan suaranya/bacaannya dihadapan laki-laki lain, yang bukan muhrimnya.
  • Bila memberitahu sesuatu bertepuk tangan, yakni tangan yang kanan dipukulkan pada punggung telapak tangan kiri.

Waktu-waktu yang Dilarang Mengerjakan Shalat

Ada beberapa waktu yang dilarang shalat di dalamnya, kecuali shalat yang mempunyai sebab. Secara ringkas, waktu-waktu yang dilarang shalat di dalamnya yaitu:

  1. Setelah shubuh sampai terbitnya matahari.
  2. Sejak terbitnya matahari sampai naik setinggi tombak (± 10 derajat dari permukaan bumi)
  3. Ketika matahari rembang / di tengah-tengah / di atas kepala hingga condong sedikit ke Barat
  4. Setelah ‘Ashar sampai matahari menguning (hamper tenggelam).
  5. Sejak menguningnya matahari sehingga terbenam sempurna.

Waktu-waktu terlarang di atas didasarkan kepada beberapa dalil berikut ini: