Urgensi Adanya Pemimpin Umat

Oleh: Nunang Fathurrahman, MAg
Disampaikan pada pertemuan dengan para tokoh masyarakat
di Bandar Lampung, Des ‘06

Perjalanan manusia dalam kehidupan di dunia ini telah dilengkapi dengan fasilitas ‘buku petunjuk’ dari Allah SWT. Buku petunjuk itu merupakan suatu pedoman atau konsep besar untuk meraih keselamatan dan kebahagiaan. Konsep besar ini diturunkan melalui kepemimpinan yang telah dirancang-Nya.
Kalau kita amati, Dienul Islam tidak dibawa hanya oleh Nabi Muhammad Saw saja, tapi telah diusung sejak Nabi Adam As hingga disempurnakan pada masa Nabi Muhammad Saw.
Jelasnya Dienul Islam diturunkan disertai pemimpin, pembimbing yang ditunjukkan Allah SWT. Mereka semua hadir di tengah-tengah umat sebagai kepanjangan tangan kebijakan Allah di muka bumi. Pasca Nabi Muhammad Saw, risalah ini tetap berjalan. Allah pertahankan lewat para pewaris-Nya.
Dalam suatu hadits yang panjang Nabi Saw menceritakan bahwa umat terdahulu diturunkan para Nabi di setiap masa hingga kepadaku. Tetapi setelahku tidak ada lagi Nabi. Yang ada adalah para pengganti (Khalifah)ku.
Keberadaan para khalifah di setiap zaman akan terus berlangsung hingga datangnya hari kiamat. Al-Quran mengisyaratkan:

Walikulli qowmin haad.
“Dan bagi tiap-tiap kaum itu ada orang memberi petunjuk” (Ar-Ra’d: 7)

Walikullli ummatir Rosuul.
“Di setiap umat itu mempunyai utusan (Allah)” (Yunus: 47)
Keberadaan Dien ini dipertahankan dan selalu diperbaharui oleh pemimpin umat (khalifah) di setiap zaman. Umat Islam yang ditinggalkan oleh masa Kenabian 15 abad yang lampau saat ini terbagi menjadi 2 bagian: (pertama) yang tidak terbimbing, dan (kedua) yang yang mendapatkan bimbingan Mursyid (terpimpin).
Hendaknya umat saat ini mencari pemimpin yang membawanya kepada jalan yang lurus. Sabda Nabi Saw:

Wamam maata bighoyri imaam maata miitatan jaahiliyyah
“Barang siapa yang mati tanpa (mempunyai) seorang imam, maka ia mati dalam keadaan jahiliyyah”. (HR. Ahmad)
Hadits ini menunjukkan wajibnya seorang muslim mencari seorang pembimbing dalam menjalankan ibadah.
Jika kita berkesimpulan bahwa Dienul Islam sebagai konsep besar yang diturunkan beserta kepemimpinannya, maka pengetahuan-pengetahuan seperti: matematika, fisika, biologi, kimia, dsb. merupakan konsep-konsep pengetahuan yang kecil (mikro). Konsep pengetahuan mikro sendiri memerlukan pembimbing, penuntun yang mengearahkan kepada teori dan aplikasinya. Bagaimana mungkin kita berprinsip bahwa untuk menjalankan konsep mikro perlu seorang pembimbing, sedangkan konsep makro tidak membutuhkannya?
Kita akan mendapatkan kesulitan apabila kita mempelajari satu disiplin ilmu tanpa seorang instruktur / Pembina. Resiko yang lebih besar dan rumit akan muncul apabila kita mempelajari konsep besar (yang dapat menyelamatkan kita di dunia dan akhirat) tanpa seorang pembimbing.
Umar bin Khathab dalam sebuah khutbahnya berkata:

Tidak sempurna Islam apabila tidak ada ikatan berjama’ah. Tidak dikatakan berjama’ah apabila tidak memiliki seorang imam (pemimpin). Tidak pula berarti kepemimpinan itu apabila tidak ada unsur ketaatan. Dan tidak ada nilai ketaatan melainkan dengan bai’at (janji setia). (Maushu’ah Umar bin Khatthab Ra.)

Islam harus ditegakkan dengan berjama’ah. Konsep berjama’ah dalam peribadatan mempunyai nilai yang jauh lebih tinggi daripada munfarid (ibadah sendiri). Shalat berjama’ah menurut apa yang diungkapkan dalam suatu hadits lebih utama 27 derajat daripada shalat sendiri. Rasulullah Saw pernah ditahan ruku’nya oleh malaikat Jibril As ketika ada seorang sahabat yang tertinggal shalat Shubuh berjama’ah. Hal ini menandakan bahwa betapa pentingnya shalat berjama’ah.
Berjama’ah pun tidak berarti jika tidak memiliki seorang imam (pemimpin). Diibaratkan apabila sekumpulan orang telah siap melakukan shalat berjama’ah hingga beratus bahkan beribu-ribu shaf, tidak ada artinya jika di depannya tidak ada seorang imam. Berjama’ah harus ada seorang imam. Adanya makmum menghendaki adanya seorang imam. Jumlah imam pun harus satu, bukan lebih dari itu.
Imam tidak pula berarti jika tidak ditaati. Sebagai contoh adalah pada waktu shalat berjama’ah, gerakan shalat imam harus diikuti oleh makmum di belakangnya. Adalah tidak sah nilai berjama’ahnya itu apabila seorang imam sedang sujud, sedangkan makmum tetap pada posisi ruku atau berdiri (yakni tidak mengikutinya).
Ketaatan harus diikat melalui perjanjian (untuk mengikuti imam). Seseorang yang hendak shalat berjama’ah, mesti menancapkan dalam hatinya untuk berniat mengikuti imam. Niat inilah yang dikatakan sebagai ikatan hubungan kerja antara makmum dengan imam. Apabila dalam hatinya tidak berniat mengikuti imam, maka batallah berjama’ahnya. Demikian pula seseorang apabila mengikuti seorang pemimpin, pemimpin mesti mengetahui I’tikad dan kesungguhan orang yang ingin mengikutinya. Sebab hubungan tanpa ikatan kerja adalah hubungan yang tidak bermakna apa-apa, karena tidak mempunyai unsur tanggung jawab di dalamnya.
Kepemimpinan seluruh Rasul Allah diangkat oleh Allah SWT, tidak seperti kekuasaan Insaniyyah yang dibangun melalui kepercayaan kebanyakan manusia (demokrasi).
Kepemimpinan Ilahiyyah, yakni para Nabi dan Pewarisnya dibentuk melalui suatu proses ujian yang hanya Allah saja yang mengetahui hasilnya. Petikan ayat berikut membuktikan hal itu:

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia".
Proses ujian yang diberikan Allah SWT menyebabkan sifat keteguhan dalam kesabaran muncul pada diri orang-orang pilihan. Dan Allah memilih para Utusan-Nya dengan kriteria-kriteria yang dikehendaki-Nya, meski para Utusan-Nya itu disukai atau tidak oleh umatnya. Sejarah mencatat bahwa pengikut setia Nabi Isa As hanya berjumlah 12 orang, yang disebut dalam Al-Quran sebagai kaum Hawariyyun. Begitulah keadaan para Pewaris Nabi di setiap zaman. Para pewaris inipun diangkat oleh Allah SWT lewat ruhani Rasulullah Saw (istikhlaf / mandat). Inilah yang dinamakan kepemimpinan yang dibangun oleh Allah SWT. Istilah orang yang terpilih adalah ‘Al-Mushthofa’. Seperti yang dikemukakan dalam Surat Fathir:

Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, ….. (Q.S. Fathir: 32)
Jangankan perjalanan dunia – akhirat, dalam perjalanan (musafir) jarak pendek saja di dunia memerlukan guide (penunjuk jalan).
Di sisi lain perjalanan kehidupan manusia hari demi hari semakin besar tanggung jawabnya. Pada awal kehidupan seorang manusia di muka bumi, ia cukup mengandalkan tangis untuk menghendaki berbagai kebutuhannya berupa makan, kehangatan, kenyamanan, dsb. Karena manusia pada mulanya (bayi) begitu lemah, dan sangat rendah nilai tanggung jawabnya.
Perjalanan waktu menyebabkan manusia tidak dapat mengubah arah waktu ke belakang atau diam. Masa terus bergerak ke depan, dan apapun yang berada di hadapannya manusia tidak bisa menghindar. Ia tidak mampu mengelak dari tanggung jawab yang bertambah terus semakin hari. Belum termasuk waktu-waktu ‘istimewa’ yang akan kita jalani seperti sakaratul maut, alam barzakh, padang mahsyar, hingga mengahadap Allah SWT. Perjalanan yang senantiasa diiringi nilai tanggung jawab yang besar ini akan menyentuh puncak penderitaan manakala tidak ada seorangpun yang mau menjadi penolongnya. Penolong (Sulthan Nashiro) di sini adalah seorang pemimpin.
Anda bertanya, lewat pintu gerbang manakah kita dapat masuk kepada bangunan kepemimpinan Ilahiyyah. Al-Idrisiyyah, jawabannya.
Al-Idrisiyyah hanya merupakan sebuah nama untuk memudahkan Anda menuju kepemimpinan dalam Birokrasi Ilahiyyah. Yayasan Al-Idrisiyyah hanya ‘tangan operasional’ kepemimpinan dimaksud.
Kami menyampaikan apa yang telah kami terima, berupa Haq (kebenaran). ‘Dan kebenaran adalah dari Tuhan, maka janganlah kita menjadi orang-orang yang ragu’. (Q.S. Al-Baqarah: 147)

Tuntunan Ibadah Haji

Menunaikan ibadah haji adalah sesuatu yang amat dirindukan oleh setiap umat Islam, bahkan oleh yang telah menunaikannya berkali-kali sekalipun. Karena itu, bagi yang dimudahkan Allah untuk bisa menunaikan ibadah haji tahun ini agar menggunakan kesempatan emas itu dengan sebaik-baiknya. Sebab, belum tentu kesempatan menunaikan ibadah haji itu datang kembali.

Agar bisa beribadah haji dengan sebaik-baiknya, sekhusyu' - khusyu'nya dan menjadi haji mabrur, di samping harus ikhlas kita harus memiliki ilmu yang cukup seputar bagaimana menjalankan ibadah haji sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Hal-hal yang mewajibkan haji

  1. Islam
  2. Berakal
  3. Baliqh
  4. Merdeka
  5. Mampu : meliputi kemampuan materi dan fisik. Barangsiapa tidak mampu dengan hartanya untuk memenuhi biaya perjalanan, nafkah haji dan sejenisnya maka ia tidak berkewajiban haji. Adapun orang yang mampu secara materil, tetapi tidak mampu secara fisik dan jauh harapan sembuhnya, seperti orang yang sakit menahun, orang yang cacat atau tua renta maka ia harus mewakilkan hajinya kepada orang lain. Dan disyaratkan orang yang mewakilinya sudah haji untuk dirinya sendiri.
  6. Dan bagi perempuan ditambah dengan satu syarat yaitu adanya mahram yang pergi bersamanya. Sebab haram hukumnya jika ia pergi haji atau safar (bepergian) lainnya tanpa mahram, berdasarkan sabda Nabi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Tidak (dibenarkan seorang) wanita bepergian kecuali dengan mahramnya." (Muttafaq Alaih). Jika seorang wanita pergi haji tanpa mahram maka ia berdosa tetapi hajinya tetap sah.

Rukun Haji dan Wajib Haji

Rukun Haji. Yang dimaksud rukun haji adalah kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji yang jika tidak dikerjakan hajinya tidak syah. Adapun rukun haji adalah sebagai berikut :
  1. Ihram, Yaitu mengenakan pakaian ihram dengan niat untuk haji atau umrah di Miqat Makani.
  2. Wukuf di Arafah, yaitu berdiam diri, zikir dan berdo'a di Arafah pada tanggal 9 Zulhijah.
  3. Tawaf Ifadah, Yaitu mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali, dilakukan sesudah melontar jumrah Aqabah pada tanggal 10 Zulhijah.
  4. Sa'i, yaitu berjalan atau berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah sebanyak 7 Kali, dilakukan sesudah Tawaf Ifadah.
  5. Tahallul, yaitu bercukur atau menggunting rambut sesudah selesai melaksanakan Sa'i.
  6. Tertib, yaitu mengerjakannya sesuai dengan urutannya serta tidak ada yang tertinggal.

Wajib Haji, Adalah rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji sebagai pelengkap Rukun Haji, yang jika tidak dikerjakan harus membayar dam (denda). Yang termasuk wajib haji adalah ;
  1. Niat Ihram, untuk haji atau umrah dari Miqat Makani, dilakukan setelah berpakaian ihram
  2. Mabit (bermalam) di Muzdalifah pada tanggal 9 Zulhijah (dalam perjalanan dari Arafah ke Mina)
  3. Melontar Jumrah Aqabah tanggal 10 Zulhijah
  4. Mabit di Mina pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah).
  5. Melontar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah).
  6. Tawaf Wada', Yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan kota Mekah.
  7. Meninggalkan perbuatan yang dilarang waktu ihram

Rukun Umrah dan Wajib Umrah

Umrah adalah berkunjung ke Baitullah untuk melaksanakan Thawaf, Sa’i dan Tahallul dalam waktu yang tidak ditentukan, untuk mencari keridhaan Allah SWT.

Rukun Umrah
  1. Ihram, Yaitu mengenakan pakaian ihram dengan niat untuk umrah di Miqat Makani.
  2. Tawaf Umrah, Yaitu mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali
  3. Sa'i, yaitu berjalan atau berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah sebanyak 7 Kali.
  4. Tahallul, yaitu bercukur atau menggunting rambut
  5. Tertib, yaitu mengerjakannya sesuai dengan urutannya serta tidak ada yang tertinggal.

Wajib Umrah
  1. Niat Ihram, untuk haji atau umrah dari Miqat Makani, dilakukan setelah berpakaian ihram
  2. Tidak berbuat yang diharamkan dalam berumrah

Rukun Shalat

Shalat memiliki beberapa kewajiban dan rukun yang hakekat shalat itu tersusun darinya. Sehingga, jika satu rukun saja tertinggal, maka shalat tersebut tidak terealisir dan secara hukum tidak dianggap (batal).

Berikut adalah rukun-rukunnya:

1. Niat

2. Takbiiratul-ihraam, yaitu ucapan: 'Allahu Akbar'

Dalilnya hadits,

"Pembukaan (dimulainya) shalat dengan takbir dan penutupnya dengan salam." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Al-Hakim)

Juga hadits tentang orang yang salah shalatnya,

"Jika kamu telah berdiri untuk shalat maka bertakbirlah." (Idem)

3. Berdiri tegak pada shalat fardhu bagi yang mampu

Dalilnya firman Allah 'azza wa jalla,

"Jagalah shalat-shalat dan shalat wustha (shalat 'Ashar), serta berdirilah untuk Allah 'azza wa jalla dengan khusyu'." (Al-Baqarah:238)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ

Artinya:
Shalatlah dalam keadaan berdiri. Jika tidak mampu, kerjakanlah dalam keadaan duduk. Jika tidak mampu lagi, maka kerjakanlah dengan tidur menyamping. (HR. Bukhari)

4. Membaca Al-Fatihah pada tiap rakaat

Membaca Al-Fatihah adalah rukun pada tiap raka'at, sebagaimana dalam hadits,

لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ.

Artinya:
Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah. (Muttafaqun 'alaih)

5. Ruku' dengan Thuma'ninah 

Bagi orang yang shalat dengan berdiri minimal adalah menunduk kira-kira dua telapak tangannya sampai kelutut dan yang sempurna yaitu betul-betul menunduk sampai datar/lurus antara tulang punggung dengan lehernya (90 derajat) serta meletakan dua telapak tangan kelutut. Ruku' ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

"Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujud-lah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan." (Al-Hajj: 77)

Juga berdasarkan sabda Nabi shallallaahu alaihi wasallam kepada seseorang yang tidak benar shalatnya:

" ... kemudian ruku'lah kamu sampai kamu tuma'ninah/ tenang dalam keadaan ruku'." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

6. I'tidal (Berdiri tegak) setelah ruku' dengan Thuma'ninah 

Berdiri lurus seperti pada waktu membaca Fatihah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam terhadap seseorang yang salah dalam shalat-nya:

" ... kemudian bangkitlah (dari ruku') sampai kamu tegak lurus berdiri." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

7. Sujud dengan tujuh anggota tubuh dengan Thuma'ninah 

Hendaklah sujud dilakukan pada tujuh bagian anggota badan: [1,2] Telapak tangan kanan dan kiri, [3,4] Lutut kanan dan kiri, [5,6] Ujung kaki kanan dan kiri, dan [7] Dahi sekaligus dengan hidung.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ – وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ – وَالْيَدَيْنِ ، وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ

Artinya:
Aku diperintahkan bersujud dengan tujuh bagian anggota badan: [1] Dahi (termasuk juga hidung, beliau mengisyaratkan dengan tangannya), [2,3] telapak tangan kanan dan kiri, [4,5] lutut kanan dan kiri, dan [6,7] ujung kaki kanan dan kiri.


8. Duduk di antara dua sujud dengan Thuma'ninah 
Dalil dari rukun-rukun ini adalah firman Allah 'azza wa jalla,

"Wahai orang-orang yang beriman ruku'lah dan sujudlah." (Al-Hajj:77)

Sabda Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam,

"Saya telah diperintahkan untuk sujud dengan tujuh sendi." (Muttafaqun 'alaih)

9. Duduk Tasyahhud Akhir dengan Thuma'ninah 

Tasyahhud akhir termasuk rukun shalat sesuai hadits dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata,
"Tadinya, sebelum diwajibkan tasyahhud atas kami, kami mengucapkan: 'Assalaamu 'alallaahi min 'ibaadih, assalaamu 'alaa Jibriil wa Miikaa`iil (Keselamatan atas Allah 'azza wa jalla dari para hamba-Nya dan keselamatan atas Jibril 'alaihis salam dan Mikail 'alaihis salam)',
maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Jangan kalian mengatakan, 'Assalaamu 'alallaahi min 'ibaadih (Keselamatan atas Allah 'azza wa jalla dari para hamba-Nya)', sebab sesungguhnya Allah 'azza wa jalla Dialah As-Salam (Dzat Yang Memberi Keselamatan) akan tetapi katakanlah, 'Segala penghormatan bagi Allah, shalawat, dan kebaikan', ..."
Lalu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan hadits keseluruhannya.
Lafazh tasyahhud bisa dilihat dalam kitab-kitab yang membahas tentang shalat seperti kitab Shifatu Shalaatin Nabiy, karya Asy-Syaikh Al-Albaniy dan kitab yang lainnya.

10. Membaca Tasyahhud Akhir 

Sesuai sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,

"Jika seseorang dari kalian duduk dalam shalat maka hendaklah ia mengucapkan At-Tahiyyat." (Muttafaqun 'alaih)

11. Shalawat atas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

Sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,

"Jika seseorang dari kalian shalat... (hingga ucapannya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam) lalu hendaklah ia bershalawat atas Nabi."

Pada lafazh yang lain,

"Hendaklah ia bershalawat atas Nabi lalu berdoa." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

12. Dua Kali Salam

Sesuai sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "... dan penutupnya (shalat) ialah salam."

13. Tertib antara tiap rukun

Dalil rukun-rukun ini adalah hadits musii` (orang yang salah shalatnya),
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk mesjid, lalu seseorang masuk dan melakukan shalat lalu ia datang memberi salam kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab salamnya dan bersabda: 'Kembali! Ulangi shalatmu! Karena kamu belum shalat (dengan benar)!
Orang itu melakukan lagi seperti shalatnya yang tadi, lalu ia datang memberi salam kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab salamnya dan bersabda: 'Kembali! Ulangi shalatmu! Karena kamu belum shalat (dengan benar)!
Sampai ia melakukannya tiga kali, lalu ia berkata: 'Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran sebagai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, saya tidak sanggup melakukan yang lebih baik dari ini maka ajarilah saya!
Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya: 'Jika kamu berdiri hendak melakukan shalat, takbirlah, baca apa yang mudah (yang kamu hafal) dari Al-Qur`an, kemudian ruku'lah hingga kamu tenang dalam ruku', lalu bangkit hingga kamu tegak berdiri, sujudlah hingga kamu tenang dalam sujud, bangkitlah hingga kamu tenang dalam duduk, lalu lakukanlah hal itu pada semua shalatmu.
(HR. Abu Dawud dan dishahihkan Al-Hakim)

Demikian penjelasan tentang rukun shalat, silahkan klik link berikut untuk lebih memahami/mengetahui:


Wallaahu A'lam.

Sembilan Syarat Sahnya Shalat

1. Islam
Lawannya adalah kafir. Orang kafir amalannya tertolak walaupun dia banyak mengamalkan apa saja, dalilnya firman Allah 'azza wa jalla, "Tidaklah pantas bagi orang-orang musyrik untuk memakmurkan masjid-masjid Allah padahal mereka menyaksikan atas diri mereka kekafiran. Mereka itu, amal-amalnya telah runtuh dan di dalam nerakalah mereka akan kekal." (At-Taubah:17)
Dan firman Allah 'azza wa jalla, "Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan." (Al-Furqan:23)
Shalat tidak akan diterima selain dari seorang muslim, dalilnya firman Allah 'azza wa jalla, "Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (Aali 'Imraan:85)
2. Berakal
Lawannya adalah gila. Orang gila terangkat darinya pena (tidak dihisab amalannya) hingga dia sadar, dalilnya sabda Rasulullah,

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ: النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَالْمَجْنُوْنِ حَتَّى يُفِيْقَ، وَالصَّغِيْرِ حَتَّى يَبْلُغَ. (رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُوْ دَاوُوْدَ وَالنَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَه)
"Diangkat pena dari tiga orang: 1. Orang tidur hingga dia bangun, 2. Orang gila hingga dia sadar, 3. Anak-anak sampai ia baligh." (HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa-i, dan Ibnu Majah).

3. Tamyiz
Yaitu anak-anak yang sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, dimulai dari umur sekitar tujuh tahun. Jika sudah berumur tujuh tahun maka mereka diperintahkan untuk melaksanakan shalat, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

مُرُوْا أَبْنَاءَكُمْ بِالصَّلاَةِ لِسَبْعٍ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرٍ وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ. (رَوَاهُ الْحَاكِمُ وَاْلإِمَامُ أَحْمَدُ وَأَبُوْ دَاوُوْدَ)
"Perintahkanlah anak-anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika berumur sepuluh tahun (jika mereka enggan untuk shalat) dan pisahkanlah mereka di tempat-tempat tidur mereka masing-masing." (HR. Al-Hakim, Al-Imam Ahmad dan Abu Dawud)

4. Menghilangkan Hadats (Thaharah)
Hadats ada dua: hadats akbar (hadats besar) seperti janabat dan haidh, dihilangkan dengan mandi (yakni mandi janabah), dan hadats ashghar (hadats kecil) dihilangkan dengan wudhu`, sesuai sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
"Allah tidak akan menerima shalat tanpa bersuci." (HR. Muslim dan selainnya)
Dan sabda Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam, "Allah tidak akan menerima shalat orang yang berhadats hingga dia berwudlu`." (Muttafaqun 'alaih)

5. Menghilangkan Najis
Menghilangkan najis dari tiga hal: badan, pakaian dan tanah (lantai tempat shalat), dalilnya firman Allah 'azza wa jalla, "Dan pakaianmu, maka sucikanlah." (Al-Muddatstsir:4)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

تَنَزَّهُوْا مِنَ الْبَوْلِ فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنْهُ.
"Bersucilah dari kencing, sebab kebanyakan adzab kubur disebabkan olehnya."

6. Menutup Aurat
Menutupnya dengan apa yang tidak menampakkan kulit (dan bentuk tubuh), berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Allah tidak akan menerima shalat wanita yang telah haidh (yakni yang telah baligh) kecuali dengan khimar (pakaian yang menutup seluruh tubuh, seperti mukenah)." (HR. Abu Dawud)
Para ulama sepakat atas batalnya orang yang shalat dalam keadaan terbuka auratnya padahal dia mampu mendapatkan penutup aurat. Batas aurat laki-laki dan budak wanita ialah dari pusar hingga ke lutut, sedangkan wanita merdeka maka seluruh tubuhnya aurat selain wajahnya selama tidak ada ajnaby (orang yang bukan mahramnya) yang melihatnya, namun jika ada ajnaby maka sudah tentu wajib atasnya menutup wajah juga.
Di antara yang menunjukkan tentang mentutup aurat ialah hadits Salamah bin Al-Akwa` radhiyallahu 'anhu, "Kancinglah ia (baju) walau dengan duri."
Dan firman Allah 'azza wa jalla, "Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) masjid." (Al-A'raaf:31) Yakni tatkala shalat.

7. Masuk Waktu
Dalil dari As-Sunnah ialah hadits Jibril 'alaihis salam bahwa dia mengimami Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di awal waktu dan di akhir waktu (esok harinya), lalu dia berkata: "Wahai Muhammad, shalat itu antara dua waktu ini."
Dan firman Allah 'azza wa jalla, "Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (An-Nisa`:103)
Artinya diwajibkan dalam waktu-waktu yang telah tertentu. Dalil tentang waktu-waktu itu adalah firman Allah 'azza wa jalla, "Dirikanlah shalat dari sesudah tergelincirnya matahari sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Shubuh. Sesungguhnya shalat Shubuh itu disaksikan (oleh malaikat)." (Al-Israa`:78)
8. Menghadap Kiblat
Dalilnya firman Allah, "Sungguh Kami melihat wajahmu sering menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke Kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil-Haram, dan di mana saja kalian berada maka palingkanlah wajah kalian ke arahnya." (Al-Baqarah:144)

9. Niat
Tempat niat ialah di dalam hati, sedangkan melafazhkannya adalah bid'ah (karena tidak ada dalilnya). Dalil wajibnya niat adalah hadits yang masyhur, "Sesungguhnya amal-amal itu didasari oleh niat dan sesungguhnya setiap orang akan diberi (balasan) sesuai niatnya." (Muttafaqun 'alaih dari 'Umar Ibnul Khaththab)

Rukun Iman Kelima: Beriman Kepada Hari Kemudian

Kita wajib percaya akan datangnya Hari Kemudian atau AKHIRAT, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT. dalam Al-Qur'an. Di terangkan bahwa pada akhir zaman akan datang suatu hari di mana semua makhluk yang ada akan menjadi rusak dan binasa, itulah hari QIYAMAT namanya.

Sesudah itu akan dibangkitkan semua manusia dari kuburnya dengan isyarat sangkakala (trompet) yang ditiup oleh malaikat. Kemudian diperiksa semua amal masing-masing untuk dihitung dan ditimbang (dihisab), dan akhirnya diberi balasan baik bagi amal kebaikannya di dunia lebih banyak dari amal jahatnya, dan dibalas siksa bagi yang amal jahatnya di dunia lebih banyak dari pada amal kebaikannya.

Balasan itu berupa SURGA dan NERAKA. Amat banyaklah keterangan tentang hal itu, di dalam Al-Qur'an antara lain:

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّهُ يُحْيِي الْمَوْتَى وَأَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَّا رَيْبَ فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَن فِي الْقُبُورِ

"Dzaalika bi-anna allaaha huwa alhaqqu wa-annahu yuhyii almawtaa wa-annahu 'alaa kulli syay-in qadiirun...wa-anna s-saa'ata aatiyatun laa rayba fiihaa wa-anna allaaha yab'atsu man fii alqubuuri"

Artinya:
“Yang sedemikian itu, supaya engkau mengerti bahwa Tuhan Allah itu Tuhan yang benar dan Tuhan itu menghidupkan segala yang telah mati. Lagi Allah itu Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan sesungguhnya Qiyamat itu pasti datang, tiada ragu lagi. Tuhan Allah benar-benar akan membangkitkan orang-orang yang ada di dalam kubur”. (al-Hajj; 6-7).

وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَمَن فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَن شَاء اللَّهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُم قِيَامٌ يَنظُرُونَ

"Wanufikha fii sh-shuuri fasha'iqa man fii s-samaawaati waman fii al-ardhi illaa man syaa-a allaahu tsumma nufikha fiihi ukhraa fa-idzaa hum qiyaamun yanzhuruuna"

Artinya:
“Sesungguhnya pada hari Qiyamat akan ditiup sangkakala (terompet) lantas matilah sekalian apa yang ada di langit dan yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian akan ditiup padanya sekali lagi, kemudian mereka sekalian akan bangkit memandang (menunggu keputusan)”. (Az-Zumar; 68).

Sumber: dari Gus Arland, dari Retno Wahyudiaty, SE. - Jakarta 2002, karya Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)

Rukun Iman Ketiga: Iman kepada kitab-kitab suci dari Allah

Tuhan Allah menurunkan wahyu yang berisi petunjuk-petunjuk suci kepada para utusan-Nya. Petunjuk-petunjuk itu kemudian dihimpun menjadi kitab suci yang dinamakan kitab-kitab Allah. Kitab-kitab itu berisi perintah dan larangan (syariat), janji baik dan buruk, serta nasehat dan petunjuk cara hidup dan beribadat. Kita percaya bahwa kitab-kitab itu bukan bikinan makhluk, artinya bukan karangan Rasul, tetapi benar-benar dari hadirat Allah semata-mata. Dalam Al-Qur'an disebutkan sebagai berikut:

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللّهِ وَمَلآئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ

"Aamana r-rasuulu bimaa unzila ilayhi min rabbihi wa l-mu'minuuna kullun aamana biallaahi wamalaa-ikatihi wakutubihi warusulihi"

Artinya:

“Rasul itu telah percaya akan apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, dan segenap orang mu’min pun percaya pula, masing-masing percaya kepada Allah, Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan utusan-utusan-Nya”. (al-Baqaarah; 285).

KITAB-KITAB ALLAH YANG WAJIB KITA BERIMAN KEPADANYA ADA 4:

  1. Kitab suci ZABUR; yang diturunkan kepada Nabi Dawud a.s. berisi do’a-do’a, dzikir, nasehat dan hikmah-hikmah; tidak ada di dalamnya hukum syariat, karena Nabi Dawud a.s. diperintahkan mengikuti syariat Nabi Musa a.s.
    وَآتَيْنَا دَاوُودَ زَبُوراً
    "Wa aataynaa daawuuda zabuuraan"
    Artinya: “Dan kami telah memberi kitab Zabur kepada Nabi Dawud". (An-Nisa. 163).
  2. Kitab suci TAURAT; yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s. berisi hukum-hukum syariat dan kepercayaan yang benar.
    نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنزَلَ التَّوْرَاةَ وَالإِنجِيلَ
    "Nazzala 'alayka al-kitaaba bil-haqqi mushaddiqan limaa bayna yadayhi wa-anzala at-tawraata wal-injiila"
    Artinya: "(Allah) telah menurunkan kitab kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang terdahulu dari padanya, lagi menurunkan Taurat dan Injil". (Ali Imran; 3).
  3. Kitab suci INJIL; yang diturunkan kepada Nabi Isa a.s. berisi seruan kepada manusia agar bertauhid kepada Allah, menghapuskan bagian dari hukum-hukum yang terdapat dalam kitab Taurat yang tidak sesuai dengan zamannya.
  4. Kitab suci AL-QUR'AN; yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Berisi syariat yang menghapuskan sebagian isi kitab-kitab Taurat, Zabur dan Injil, yang tidak sesuai dengan zamannya.
    شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ
    "Syahru ramadaana alladzii unzila fiihi alqur-aanu hudan lilnnaasi"
    Artinya: "Pada bulan Ramadhan yang di dalamnya diturunkan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia". (al-Baqaarah; 185).

LEMBARAN (SHAHIFAH)

Selain dari kitab-kitab yang empat itu, masih ada lagi shahifah atau lembaran-lembaran oleh Allah telah diturunkan:

  1. Kepada Nabi Adam a.s.
  2. Kepada Nabi Syits a.s.
  3. Kepada Nabi Idris a.s.
  4. Kepada Nabi Ibrahim a.s.
  5. Kepada Nabi Musa a.s.

Sumber: dari Gus Arland, dari Retno Wahyudiaty, SE. - Jakarta 2002, karya Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)

Rukun Iman Kedua: Iman kepada Malaikat

Malaikat itu tidak sama dengan manusia di dalam sifat-sifat dan pekerjaannya; bukan laki-laki dan bukan perempuan; tidak makan dan tidak pula minum; dan dalam keadaan biasa tidak dapat dilihat dengan mata kepala, malaikat-malaikat itu sebangsa Ruh saja.

Kita tidak diwajibkan mengetahui hakekat dzat malaikat itu. Cukuplah kita mempercayai saja akan keberadaannya, dengan sifat-sifat yang tersebut dalam Al-Qur'an. Para Nabi dan Rasul, dapat mencapai malaikat pembawa wahyu yang terkadang menjelma sebagai manusia dengan kehendak Tuhan Allah, dan terkadang pun tidak tertubuh seperti manusia. Keterangan-keterangan tentang malaikat dan sifat-sifatnya itu di dalam Al-Qur'an banyak sekali.

Di antaranya ialah:

"Nazala bihi arruuhu al-ameen 'ala qalbika litakoona mina almundzireen"

Artinya:

“Turunlah Ar-Ruhul Amin (Jibril) dengan membawa al-Qur'an di hatimu, supaya engkau menjadi salah seorang dari pada orang-orang yang memberikan peringatan”(Asy-Syua'araa; 193-194).

"Ma yalfizhu min qawlin illa ladayhi raqeebun 'ateed"

Artinya:

“Tidak sesuatu perkataan yang dikatakan; melainkan mesti ada malaikat yang mengawasi dan meneliti”. (Qaaf; 18).

"Qul yatawaffakum malaku al-mawti alladzee wukkila bikum thumma ila rabbikum turja'uun"

Artinya:

“Katakanlah kamu akan dimatikan oleh malaikat maut yang diwajibkan (mencabut) segala nyawa kamu; kemudian kepada Tuhanmu jugalah kamu dikembalikan”. (As-Sajadah; 11).

BILANGAN (jumlah) MALAIKAT

Bilangan malaikat itu banyak sekali, dan hanya diketahui oleh Tuhan Allah sendiri. Masing-masing mempunyai nama dan pekerjaan sendiri-sendiri. Dan nama-nama itulah yang dihubungkan dengan pekerjaannya. Pekerjaannya yang disebutkan dalam al-Qur’an dan dalam keterangan para Rasul ada banyak sekali di antaranya sebagai berikut:

  1. Membawa wahyu dari hadirat Ilahi, kepada para Nabi dan Rasul. Dinamakan ar-Ruhul-Amin atau JIBRIL atau ar-Ruhul-Qudus.
  2. Membawa rezeki kepada semua makhluk Dinamakan MIKAIL
  3. Meniup sangkakala (trompet) di hari kemudian, dinamakan ISRAFIL
  4. Mencabut nyawa dari tubuh makhluk Dinamakan IZRAIL
  5. Mengawasi dan meneliti pekerjaan manusia, dinamakan RAKIB dan ATID
  6. Menanyai tiap-tiap orang dalam kubur Dinamakan MUNKAR dan NAKIR
  7. Penjaga Neraka dinamakan MALIK atau Zabaniyah
  8. Menjaga Surga dinamakan RIDWAN

Sumber: dari Gus Arland, dari Retno Wahyudiaty, SE. - Jakarta 2002, karya Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)

Rukun Iman Keempat: Iman kepada PARA NABI dan RASUL

"tautan lebih lanjut tentang Kisah 25 Nabi"

Bilangan para Nabi itu banyak, dan kita tidak mengetahui, hanya Tuhanlah yang mengetahui bilangan pastinya, sebagaimana tertera di dalam ayat Al-Qur'an sebagai berikut:

"Walaqad arsalna rusulan min qablika minhum man qasasna 'alayka waminhum man lam naqsus 'alayka..."

Artinya:
“Kami telah mengutus beberapa utusan sebelum engkau di antara mereka itu ada yang telah Kami ceritakan kepadamu, dan ada pula yang tidak Kami ceritakan kepadamu”. (al-Mu’min (40): 78).
Adapun yang diceritakan di dalam Al-Qur'an dengan riwayatnya masing-masing ada 25 orang. Itulah yang wajib kita percayai dengan pasti.

NAMA-NAMA PARA NABI
  1. Adam
  2. Idris
  3. Nuh
  4. Hud
  5. Shaleh
  6. Ibrahim
  7. Luth
  8. Ismail
  9. Ishaq
  10. Ya’qub
  11. Yusuf
  12. Ayub
  13. Syu’aib
  14. Musa
  15. Harun
  16. Dzulkifli
  17. Dawud
  18. Sulaiman
  19. Ilyas
  20. Ilyasa
  21. Yunus
  22. Zakaria
  23. Yahya
  24. Isa
  25. Muhammad SAW
Selanjutnya di antara 25 orang itu ada 5 orang Rasul yang mempunyai kelebihan yang istimewa, dinamakan Ulul-‘Azmi. Artinya para Nabi dan Rasul yang mempunyai ketabahan, mereka itu adalah:
  1. Nabi Muhammad SAW
  2. Nabi Isa a.s.
  3. Nabi Musa a.s.
  4. Nabi Ibrahim a.s.
  5. Nabi Nuh a.s.
Mengingat pekerjaan para Rasul, sebagai pesuruh Allah untuk memberi petunjuk kepada segenap manusia dan untuk memperbaiki masyarakat, maka para Rasul itu harus memiliki sifat-sifat:

a. SIFAT-SIFAT WAJIB:
  1. Benar/Jujur (Shiddiq)
  2. Boleh dipercaya (Amanah)
  3. Menyampaikan perintah dan larangan (Tabligh)
  4. Cerdas (Fathonah)
b. SIFAT-SIFAT MUSTAHIL (artinya TAK MUNGKIN Nabi/Rasul bersifat seperti di bawah ini):
  1. Suka bohong (Kidzib)
  2. Berkhianat (Khianat)
  3. Menyembunyikan (Kitman)
  4. Bodoh/pelupa (Ghoflah)
c. SIFAT-SIFAT JAIZ (MUNGKIN):

Para Rasul itu adalah manusia juga, bahkan dijadikan contoh bagi sekalian manusia; maka merekapun mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasa yang disebut:
AL-A’RAADLUL-BASYARIYAH.
Seperti makan, minum, berkeluarga, penat, mati, merasa enak dan tidak enak, sehat juga menderita sakit yang tidak mengurangi kedudukannya sebagai Rasul.
ASSAM’IYAAT (perkara-perkara yang kita dengar keterangan).
Assamiyaat adalah hal-hal yang tidak di capai dengan akal semata-mata, dan hanya dapat diketahui dari keterangan yang kita terima dari sumber agama sendiri, yakni dari kitab-kitab Tuhan Allah dan keterangan-keterangan para Rasul.

Di antara hal-hal yang termasuk di dalam Assam’iyaat adalah:
  1. Malaikat
  2. Kitab-kitab Tuhan Allah
  3. Hari kemudian
  4. Hinggaan Allah (Qadla dan Qadar)
Termasuk soal-soal di atas, tentang jin, surga, neraka, hal ikhwal kubur, dan lain sebagainya.

Sumber: dari Gus Arland, dari Retno Wahyudiaty, SE. - Jakarta 2002, karya Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)

"tautan lebih lanjut tentang Kisah 25 Nabi"

Rukun Iman Pertama: Iman kepada Allah dengan segala sifat-sifat-Nya

A. SIFAT-SIFAT ALLOH YANG WAJIB DIKETAHUI ADA 20 SIFAT

  1. Wujud artinya Ada
  2. Qidam artinya Sedia (adanya tidak didahului oleh sesuatu)
  3. Baqo’ artinya Kekal
  4. Mukholafatu Lilhawadisi artinya Tidak Menyerupai Sesuatu
  5. Qiyamuhu bi Nafsihi artinya Berdiri pribadi
  6. Wahdaniyat artinya Esa (satu)
  7. Qudrot artinya Kuasa
  8. Irodat artinya Berkemauan (Berkehendak)
  9. 'Ilmun artinya Mengetahui (berpengetahuan)
  10. Hayat artinya Hidup
  11. Sam’un artinya Mendengar
  12. Bashorun artinya Melihat
  13. Kalamun artinya Berbicara
  14. Kaunuhu Qodiron artinya Berkeadaan Yang Berkuasa
  15. Kaunuhu Muridan artinya Berkeadaan Yang Berkemauan
  16. Kaunuhu ‘Aliman artinya Berkeadaan Yang Berpengetahuan
  17. Kaunuhu Hayyan artinya Berkeadaan Yang Hidup
  18. Kaunuhu Sami’an artinya Berkeadaan Yang Mendengar
  19. Kaunuhu Bashiron artinya Berkeadaan Yang Melihat
  20. Kaunuhu Mutakalliman artinya Berkeadaan Yang Berbicara

B. SIFAT-SIFAT MUSTAHIL BAGI ALLAH ADA 20 SIFAT (artinya TIDAK MUNGKIN Allah memiliki sifat-sifat ini, red.):

  1. Al-Adamun artinya Tidak Ada
  2. Al-Khudusun artinya Baru (ada permulaannya)
  3. Al-Fana’un artinya Berubah-ubah (tidak Kekal)
  4. Al-Mumasalatun lil Hawadis artinya Menyerupai Sesuatu
  5. Al-Ihtaju Lighoirihi artinya Tidak Berdiri Pribadi (berhajat kepada yang lain)
  6. Ujudil Syariki artinya Lebih dari Satu (berbilang)
  7. Al-‘ajzu artinya Tidak Berkuasa
  8. Al-Karohatu artinya Tidak Berkemauan (Terpaksa)
  9. Al-Jahlun artinya Bodoh
  10. Al-Mautun artinya Mati
  11. As-Shomamu artinya Tuli
  12. Al-‘Umyu artinya Buta
  13. Al-Bukmu artinya Bisu
  14. Kaunuhu ‘Ajizan artinya Berkeadaan Yang Tidak berkuasa
  15. Kaunuhu Mukrohan artinya Berkeadaan Yang Terpaksa
  16. Kaunuhu Jahilan artinya Berkeadaan Yang Bodoh
  17. Kaunuhu Mayyitan artinya Berkeadaan Yang Mati
  18. Kaunuhu Ashommu artinya Berkeadaan Yang Tuli
  19. Kaunuhu a’ma artinya Berkeadaan Yang Buta
  20. Kaunuhi Abkamu artinya Berkeadaan Yang Bisu

C. SIFAT JAIZ BAGI ALLOH SWT:

Allah berbuat apa yang dikehendaki. Dalam Al-Qur'an disebutkan:

"warabbuka yakhluqu maa yasyaau wayakhtaaru..."

Artinya:

“Dan Tuhanmu menjadikan dan memilih barang yang dikehendaki-Nya”. (al-Qashash.68).

Allah menjadikan alam ini bukankah suatu keharusan. Apabila menjadi suatu keharusan, maka semua hawadits, maka tidak mungkin terjadi namanya. Apabila Tuhan menghendaki, maka terjadilah barang itu terwujud, dan apabila Allah tidak menghendaki, maka tidak pula terwujud.

Dari keterangan itu semuanya, ternyata Allah membuat atau tidak membuat segala sesuatu yang mungkin ini, hanyalah kemungkinan belaka. Sifat membuat alam ini atau tidak membuatnya adalah sifat JAIZ bagi Allah namanya. Artinya boleh jadi dikehendaki boleh jadi tidak. Apabila dikehendaki, diadakanlah dan terjadi; dan apabila tidak dikehendaki, tidak diadakan dan tidak terjadi.

Sumber: dari Gus Arland, dari Retno Wahyudiaty, SE. - Jakarta 2002, karya Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)

Do'a Masuk Rumah

بِسْمِ الله وَلَجْنَا ، وَ بِسْمِ الله خَرَجْنَا وَعَلَى رَبِّنَا تَوَكَلْنَا

"Bismillahi walajnaa wa bismillahi kharajnaa wa-alallaahi rabbina tawak-kalnaa"

Artinya :
Dengan nama Allah kami masuk rumah, dengan nama Allah aku keluar rumah, serta kepada-Nya aku berserah diri (HR. Abu Daud)

Do'a Keluar Rumah

بِسْمِ اللَّهِ ، تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ ، وَلا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّه

"Bismilaahi tawakkaltu 'alallahi wa laa hawla wa laa quwwata illaa billaahi"

Artinya :
Dengan menyebut nama Allah, aku menyerahkan diriku pada Allah dan tidak ada daya dan kekuatan selain dengan Allah saja (HR. Abu Daud, HR. Tirmizi)

Do'a Sesudah Makan

الْحَمْـدُ للهِ الَّذي أَطْعَمَنـي وَسَقَانَا وَجَعَلْنَا مُسْلِمِينَ

"Alhamdu lillahhil-ladzi ath-amanaa wa saqaana waja'alanaa muslimiin"

Artinya :
Segala puji bagi Allah yang memberi kami makan dan minum serta menjadikan kami memeluk agama islam

Do'a Sebelum Makan

الَّلهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيمَا رَزَقْتَنَا، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

"Allahumma baarik llanaa fiima razaqtanaa waqinaa adzaa ban-naar"

Artinya :
Yaa Allah, berkatilah rezeki yang engkau berikan kepada kami, dan peliharalah kami dari siksa api neraka. (HR. Ibnu as-Sani)

Do'a Sebelum Tidur

بِاسْمِكَ اللَّهمَّ أَمُوْتُ وَأَحْيَا.

"Biāsmika Al-Lahumma 'Amūtu Wa 'Aĥyā."

Artinya :
Dengan nama-Mu ya Allah aku hidup dan mati. (HR. Bukhari, HR. Muslim)

Do'a Ketika Bangun Tidur

الحَمْدُ للهِ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَمَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

"Alhamdu lillahil-ladzi ahyaanaa ba'da maa amaatana wailaihin - nusyuur"

Artinya :
Segala Puji bagi Allah yang menghidupkan kami sesudah mati/tidur kami, dan kepada-Nya kami kembali (HR. Bukhari)

Tahun Hijriah

Tahun Hijriah disebut juga Tahun Qomariyah, adalah sistim penanggalan Islam yang didasarkan atas peredaran bulan [qomariyah]. Penamaan yang lebih populer adalah 'Tahun Hijriah'. Karena awal tarikh hijriah dihitung dari hijrahnya Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasallam, dari Mekah ke Madinah. Sedangkan sistim penanggalan yang didasarkan pada waktu perputaran bumi mengelilingi matahari disebut sistim penanggalan Syamsiah atau disebut juga kelender Masehi. Karena didasarkan pada awal kelahiran Isa Almasih.
Hijrah berasal dari kata yang artinya: memalingkan muka dari seseorang dan tidak memperdulikan lagi.Seorang muslim yang terpaksa meninggalkan kampung halaman atau tanah airnya karena agama disebut Muhajir. Yang dianggap hari hijrah ialah hari tanggal 8 Rabi'ul Awwal - 20 September 622M. Penetapan tahun Hijriah dilakukan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, Tepatnya pada tahun ke-empat ia berkuasa, yakni hari Kamis, 8 Rabi'ul Awwal 17 H.

Tarikh Islam mulai dihitung dari tanggal 1 Muharram, yaitu 15 Juli 622 M. Menurut perhitungan, tarikh islam kira-kira 11 hari lebih singkat dari tahun menurut perhitungan peredaran matahari. Sedikit informasi untuk menghitung bagaimana tahun hijriah (H) bertepatan atau sebaliknya dengan tahun masehi (M) maka dapat dipakai rumus M = 32/33 ( H+622 ) atau sebaliknya H = 33/32 (M-622).

Sebelum penetapan tahun Hijriah, dari masa ke masa, orang Arab menandai tahun berdasarkan peristiwa-peristiwa penting. Seperti penamaan 'Tahun Azan' sebagai tahun pertama, karena pada saat itulah di syari'atkan azan. Atau penamaan 'Tahun Wada' yang artinya 'perpisahan' sebagai tahun kesepuluh. Sebab pada masa itulah, Nabi melaksanakan 'haji wada' yang merupakan haji terakhir sebagai perpisahan dengan kaum muslimin.Ketika Rasulullah lahir, tahunnya dinamakan Tahun Gajah, karena pada tahun tersebut bersamaan dengan terjadinya serangan tentara bergajah yang hendak menurunkan Ka'bah.
Perhitungan tahun qamariah sendiri sudah dikenal jauh sebelum Islam. Satu tahun qamariah lamanya 354 hari,8 jam, 47 menit dan 46 detik. Terdiri dari 12 bulan, masing-masing lamanya 29 hari, 12 jam, 44 menit dan 3 detik. Perhitungan waktu berdasarkan matahari dan bulan disebut dalam Al Qur'an [ QS Yuunus; 10:5] "Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dia tentukan perjalannya, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan hisab. Allah menjadikan tidak lain kecuali dengan benar..................."

Tahun Hijriah terdiri dari 12 [dua belas] bulan dengan jumlah hari 30 dan 29 yang silih berganti setiap bulan. Yakni : Muharram, Shafar, Rabi'ul Awwal, Rabi'ul Akhir, Jumadil Awwal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqaidah, Dzulhijjah. Penetapan bulan sebanyak 12 ini, sesuai dengan firman Allah SWT [At Taubah; 9:36] "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan; dalam ketetapan Allah, sejak hari Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya empat bulan yang dihormati [ Muharram, Rajab, Dzulqaidah dan Dzulhijjah]. Demikian itulah ketetapan agama yang lurus, ................"