2- Disunahkan beradzan dengan suara yang bagus dan lantang. Rasulallah saw dalam hadits di atas memerintahkan Abdullah bin Zed ra supaya mengajarkan Bilal ra apa yang ia mimpikan (adzan) sebab ia memiliki suara yang lebih bagus darinya. (HR Abu Daud dengan isnad shahih)
3- Disunahkan beradzan di tempat yang tinggi,
عَنْ ابْنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُؤَذِّنَانِ : بِلَالٌ وَابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ الْأَعْمَى ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ ، فَكُلُوا وَاشْرَبُوا ، حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ ، قَالَ : وَلَمْ يَكُنْ بَيْنَهُمَا ، إِلَّا أَنْ يَنْزِلَ هَذَا وَيَرْقَى هَذَا (رواه الشيخان)
Sesuai dengan hadits dari Ibnu Umar ra, ia berkata: Rasulullah saw memiliki dua muadzin, yaitu Bilal dan Ibnu Ummi Maktum (seorang buta). Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Bilal adzan pada waktu malam, maka makan dan minumlah sampai Ibnu Ummi Maktum adzan.” Ia berkata: tidaklah di antara keduanya kecuali yang ini turun sedangkan yang satunya naik “ (HR Bukhari Muslim)
4- Disunahkan beradzan dalam keadaan berdiri tegak menghadap ke kiblat kecuali ketika sampai ke “Hayya ’alash Shalah Hayya ’alal falah” disunahkan memutarkan kepala ke kanan dan kiri sambil meletakan dua jarinya ke dalam dua telinganya.
عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : رَأَيْتُ بِلَالًا خَرَجَ إِلَى الْأَبْطَحِ فَأَذَّنَ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ فَلَمَّا بَلَغَ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ لَوَى عُنُقَهُ يَمِينًا وَشِمَالًا (رواه الشيخان)
Dari Abu Juhaifah berkata: “Aku melihat Bilal keluar ke Abthah lalu adzan menghadap ke kiblat, ketika ia sampai ke “Hayyah ’Alash Shalah Hayya ’Alal Falah” ia memutar kepalanya ke kanan dan kiri” (HR Bukhari Muslim).
وَ فِي رِوَايَةٍ رَأَيْتُ بِلَالًا يُؤَذِّنُ وَيَدُورُ وَأَتَتَبَّعُ فَاهُ هَاهُنَا وَأُصْبُعَاهُ فِي أُذُنَيْهِ (الترمذي)
Dalam riwayat lain “Aku melihat Bilal adzan dan berputar, mulutnya ke sana dan ke sini, sementara dua jarinya berada dalam dua telinganya” (HR. At-Tirmidzi)
5- disunahkan muadzin suci dari hadast karena adzan adalah dzikir,
عَنِ الْمُهَاجِرِ بْنِ قُنْفُذٍ , رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللَّهَ إِلَّا عَلَى طُهْرٍ، أَوْ قَالَ: عَلَى طَهَارَةٍ (أحمد و أبو داود و النسائي بإسانيد صحيحة)
Sesuai dengan sabda Rasulallah saw dari al-Muhajir bin Qunfidz ra: “Aku tidak suka bedzikir kecuali dalam keadaan suci” (HR Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai’ dengan sanad shahih).
6- Disunahkan mengucapkan “Asshalatu khairun minnaum” di waktu adzan subuh sesuai dengan hadist tersebut di atas dari Ibnu Mahdhurah
7- Disunahkan dua kali adzan di waktu subuh, adzan pertama tanda masuk imsak dan adzan kedua tanda masuk waktu shalat subuh, sesuai dengan hadist trb di atas dari Ibnu Umar ra
8- Disunahkan mengeraskan suara ketika adzan.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بِنَ عَبْدِ الرَّحْمَن بِنْ اَبِي صَعْصَعَة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ أَباَ سَعِيْدٍ الخُدْرِيّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ لَهُ إِنِّي أَرَاكَ تُحِبُّ الْغَنَمَ وَالْبَادِيَةَ فَإِذَا كُنْتَ فِي غَنَمِكَ أَوْ بَادِيَتِكَ فَأَذَّنْتَ بِالصَّلَاةِ فَارْفَعْ صَوْتَكَ فَإِنَّهُ لَا يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلَا إِنْسٌ وَلَا شَيْءٌ إِلَّا شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم (رواه البخاري)
Dari Abdullah bin Abdurrahman ibnu Abi Sha’sha’ah ra, sesungguhnya Abu Sa’id Al-Khudri ra berkata: “sesungguhnya aku melihat kamu senang domba dan padang pasir maka bila kamu berada di sekitar domba-domba kamu atau padang pasir, dan kamu adzan untuk shalat maka keraskan suaramu ketika mengumandangkan adzan, karena aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah jin dan manusia dan tidak ada sesuatu pun yang mendengar suara keras (lantang) seorang muadzin melainkan akan menjadi saksi kebaikan bagi si muadzin pada hari kiamat”. Abu said berkata: aku mendengar hal ini dari Rasulallah saw (HR. Al-Bukhari)
9- Disunahkan bagi yang mendengar adzan mengikutinya seperti yang dikumandangkan muadzin kecuali ketika sampai kepada ”Hayya ‘alash shalah, Hayya ‘alash shalah, Hayya ‘alal falah, Hayya ‘alal falah” disunahkan mengucapkan ”La haula wala quwata illa billah”
10- Disunahkan bagi muadzin mengucapkan lafadz ”Ash-shalatu khairumminan naum” di waktu subuh, dan orang yang mendengar dianjurkan membaca ”Shadaqta wa bararta” (Engkau Maha benar dan lagi Maha indah).
11- Disunnahkan juga bagi orang yang mendengar iqamat untuk mengucapkan seperti yang diucapkan, kecuali pada saat ”Qod qaamatish-shalah”, pendengar dianjurkan membaca: “Aqamahallahu wa adaamaha ma damatis samawati wal ardhi wa ja’alni min shalihi ahliha” (semoga Allah selalu mendirikan dan melanggengkan shalat semasih langgengnya langit dan bumi dan jadikanlah aku dari ahli shalat yang shalih).
12- Disunahkan membaca do'a setelah adzan, dengan membaca shalawat atas Nabi SAW
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الدُّعَاءُ لَا يُرَدُّ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ. (حسن أبو داود والترمذي)
Dari Anas bin Malik ra, Rasulallah saw bersabda: “Do’a antara waktu adzan dan waktu iqamah tidak ditolak ” (HR Abdu Dawud, At-Tirmidzi)
14- Disunahkan bagi wanita mengucapkan iqamah tanpa adzan. Karena adzan harus dikumandangkan dengan suara yang keras dan lantang sedang wanita tidak diperbolehkan mengeraskan suaranya.
sumber : Hasan Husen Assagaf
No comments:
Post a Comment