Sejarah Teladan Berqurban

Dalam Al-Qur'an, terdapat dua peristiwa ritual qurban yang dijelaskan, yakni kisah Qabil dan Habil (dua putra Nabi Adam), dan kisah Nabi Ibrahim yang akan mengorbankan Nabi Isma'il atas perintah Allah.


1. Kisah Habil dan Qabil

Syariat berkurban sejatinya sudah dimulai semenjak jaman Nabi Adam As.

Diriwayatkan dari Ibnu Ihasq dalam Tafsir Baghowi dan Tafsir Al-Qurthubi bahwa Hawa melahirkan 40 anak dengan 20 kali mengandung. Wallahu a’lam.

Setelah anak keturunannya mencapai dewasa, Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan (membolehkan) kepada Nabi Adam ‘alaihissalam untuk menikahkan salah satu dari pasangan kembar dengan salah satu dari pasangan Qabil bersama Iqlimiya yang berparas cantik, sedangkan pasangan kembar adiknya bernama Habil dan Layudha berparas kurang menarik.

Ketika Nabi Adam ‘alaihissalam hendak menikahkan mereka (Habil dengan Iqlimiya dan Qabil dengan Layudha) proteslah Qabil dan membangkang dikarenakan saudara Habil jelek dan saudaranya sendiri cantik. Sehingga ia menginginkan saudara kembarnya tersebut untuk dirinya sendiri lantaran ia merasa dirinya lebih berhak atas saudara kembarnya.

Berdasarkan wahyu dari Allah, Nabi Adam ‘alaihissalam memerintahkan keduanya untuk berqurban, siapa yang diterima kurbanya maka dialah yang berhak atas keutamaan (menikahi saudara kembar Qabil).

Qabil adalah seorang petani. Ketika diperintahkan berqurban maka ia berqurban dengan seikat gandum. Dia pilih gandum yang jelek dari tanamannya. Dia tidak peduli apakah kurbannya diterima atau tidak, karena rasa sombong dan dengki sudah menguasainya. Sedangkan Habil seorang peternak kambing, dia pilih kambing yang muda lagi gemuk untuk berqurban. Dia berkeinginan agar qurbannya diterima di sisi Allah Ta’ala.

Setelah kurban keduanya dipersembahkan, Allah Ta’ala menurunkan api berwarna putih dan dengan izin Allah api itu membawa kurban Habil (sebagai tanda bahwa kurbannya diterima) dan meninggalkan qurban Qabil.

Kisah Habi dan Qabil dikisahkan pada Al-Qur'an surat Al Maidah ayat 27 sebagai berikut

 وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَرِۗ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَ ۗ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ

Artinya:

Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.” (Al Maaidah: 27)

Al-Qurthubi menukil dari Sa’id bin Jubair rahimahullah dan lainnya bahwa kambing itu diangkat ke surga dan hidup di sana hingga diturunkan lagi ke bumi untu dijadikan tebusan bagi Nabi Ismail ‘alaihissalam ketika hendak disembelih oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, Wallahu a’lam

Kelanjutan kisah Habil dan Qabil dapat disimak lebih lanjut pada web kisahmuslim.com.


2. Teladan Kisah Ibrahim dan Ismail

Dalam Al-Qur'an juga diceritakan bahwa Allah memberi perintah melalui mimpi kepada Nabi Ibrahim untuk mempersembahkan Ismail. Mereka mematuhi perintah tersebut dan tepat saat Ismail akan disembelih, Allah menggantinya dengan domba.

Berikut petikan Surah As-Saffat ayat 102–107 yang menceritakan hal tersebut.

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

Artinya:

Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar. (As-Saffat : 102)

فَلَمَّآ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِۚ   

Artinya:

Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah). (As-Saffat : 103)

وَنَادَيْنٰهُ اَنْ يّٰٓاِبْرٰهِيْمُ ۙ  

Artinya:

Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! (As-Saffat : 104)

قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚاِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ 

Artinya:

Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (As-Saffat : 105)

اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْبَلٰۤؤُا الْمُبِيْنُ 

Artinya:

Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (As-Saffat : 106)

وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ 

Artinya:

Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (As-Saffat : 107)


Ustadz Hilman Fauzi, dalam suatu acara pada kegiatan Adha Fest yang digelar Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia 19/07/2021 (uii.ac.id) menjelaskan Keteladanan Nabi Ibrahim membuat Allah Swt. sangat mencintainya sehingga ia mendapat predikat kekasih Allah.  

Menurutnya, ada pesan tentang nilai ketauhidan lewat cerita Ibrahim. Nabi Ibrahim begitu ingin memiliki seorang putra, bertahun-tahun ia terus mendekatkan diri kepada Allah dan terus berdoa. Nabi Ibrahim percaya Allah tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya. 

Pesan selanjutnya adalah nilai kesabaran. Nabi Ibrahim begitu sabarnya sampai Allah mendatangkan seorang putra yang telah dinantikannya selama bertahun-tahun, yaitu Ismail. “Tidak ada hasil dari sebuah kesabaran, kecuali kebahagiaan” terang Ustadz Hilman.

Kemudian hal yang tak kalah penting adalah keikhlasan dan ketaqwaan. Ketika Allah memberikan perintah untuk menyembelih Ismail, maka perintah itu disampaikan kepada Ismail, anaknya. Tidak diduga anak itu justru meminta ayahnya menuruti perintah Allah. Keduanya memberikan pelajaran bahwa semua yang kita miliki adalah dari Allah. Ketika Allah memintanya kita harus ikhlas mengikuti perintah-Nya. Tidak mudah bagi Ibrahim untuk merelakan putra yang telah ditunggu selama bertahun-tahun lamanya. 

Ustadz Hilman menyimpulkan ada empat kunci berdasarkan pelajaran dari Nabi Ibrahim. Pertama adalah optimal dalam berdoa, kekuatan doa dapat mengubah segalanya. Kedua yang tak kalah penting adalah ikhtiar. Dalam hidup ini manusia tetap harus berusaha untuk meraih apa yang dicita-citakan. Lalu bersyukur dan bersabar, bersyukur ketika diberikan nikmat dan bersabar ketika diberikan ujian. 

Kunci yang lain adalah husnuzhan atau menjalani kehidupan dengan prasangka baik terutama kepada Allah. Hal tersebut akan membawa hal positif dalam hidup.


3. Teladan Qurban Nabi Muhammad

Nabi Muhammad merupakan teladan yang baik bagi kehidupan umat manusia, pun dalam kaitannya dengan ibadah berkurban, Rasulullah SAW tidak pernah tanggung-tanggung melakukannya. 

Rasulullah SAW selalu melakukan ibadah qurban setiap tahun. Bahkan saat melaksanakan Haji Wada di tahun 10 Hijriah, Nabi Muhammad SAW juga melakukan ibadah qurban 100 ekor unta. Kala itu Rasulullah SAW menyembelih 63 ekor dengan tangannya sendiri dan sisanya disembelih oleh Ali bin Abu Thalib. Keseluruhan hewan kurban tersebut disembelih setelah salat Iduladha dilaksanakan. 

عَنْ جَابِر أَنَّ الْبُدْنَ الَّتِي نَحَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَتْ مِائَةَ بَدَنَةٍ نَحَرَ بِيَدِهِ ثَلَاثًا وَسِتِّينَ وَنَحَرَ عَلِيٌّ مَا غَبَرَ وَأَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ كُلِّ بَدَنَةٍ بِبَضْعَةٍ فَجُعِلَتْ فِي قِدْرٍ ثُمَّ شَرِبَا مِنْ مَرَقِهَا [رواه أحمد]

Artinya:

Dari Jabir badanah (hewan sembelihan bisa sapi atau unta) yang disembelih Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berjumlah seratus, beliau melakukannya sendiri enam puluh tiga dan 'Ali sisanya. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyuruh agar untuk setiap satu badanah untuk beberapa orang lalu dimasukkan ke dalam ke periuk lalu mereka berdua meminum kuahnya. (HR. Ahmad)

Rasulullah berqurban semata-mata sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah SWT. Karena qurban pada hakikatnya yang sampai kepada Allah SWT bukanlah darah dan dagingnya, melainkan ketakwaan kepada Allah SWT.  Sebagaimana Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 37.

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ  كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ  

Artinya:

Daging (hewan qurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demi-kianlah Dia menundukkannya untuk-mu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al Hajj : 37)

No comments: